BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi
dan perdagangan global merupakan suatu hal yang tidak terelakkan dari kemajuan
teknologi. Teknologi informasi
dan komunikasi yang berkembang dengan
pesat telah mengaburkan
batas-batas wilayah karena
satu wilayah dapat terhubung dengan wilayah lainnya dalam satu waktu
yang sama. Sistem ekonomi tradisional yang merupakan sistem pertama dunia
terlupakan karena globalisasi. Globalisasi pula yang menyempurnakan sistem
ekonomi modern. Pentingnya informasi diera globalisasi
ini kemudian menimbulkan
ekonomi teknologi, yaitu kegiatan ekonomi yang berbasis pada penyediaan teknologi
yang meliputi informasi dan komunikasi.
Setelah hampir
sebagian besar wilayah
di dunia terhubung
pada era ekonomi informasi, tantangan
globalisasi menjadi semakin
nyata. Dalam konteks globalisasi, daya saing merupakan
kunci utama untuk bisa sukses dan bertahan. Daya saing ini muncul tidak hanya dalam bentuk
produk dalam jumah banyak namun
juga berkualitas. Kualitas
produk tersebut dapat diperoleh melalui pencitraan ataupun
menciptakan produk-produk inovatif
yang berbeda dari wilayah
lainnya. Diperlukan kreativitas
yang tinggi untuk
dapat menciptakan produk-produk inovatif.
Berangkat dari poin
inilah, ekonomi kreatif menemukan eksistensinya dan
berkembang (Salman, 2010).
Ekonomi
kreatf telah dikembangkan di berbagai negara dan menampilkan hasil positif yang
signifikan, antara lain
berupa penyerapan tenaga
kerja, penambahan pendapatan daerah,
hingga pencitraan wilayah
di tingkat internasional. Pencitraan
wilayah muncul ketika
suatu wilayah menjadi terkenal karena
produk kreatif yang
dihasilkannya. Sebagai contoh,
Kota Bandung yang saat
ini terkenal karena distro
dan factory outlet-nya. Dalam konteks
yang lebih luas,
pencitraan wilayah dengan menggunakan ekonomi kreatif juga terkoneksi dengan
berbagai sektor, di antaranya sektor wisata. Maka melalui makalah ini akan
dipaparkan sedikit tentang perjalanan ekonomi dari awal hingga sampai pada
ekonomi kreatif.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun
permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini, yakni
sebagai berikut.
1. Ekonomi
tradisional
2. Ekonomi
modern
3. Ekonomi
berbasis teknologi
4. Ekonomi
kreatif
1.3 Tujuan Penulisan
Pada
dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umumnya adalah memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Sistem Ekonomi Indonesia. Sementara tujuan khususnya adalah:
1. Untuk
mengetahui uraian tentang ekonomi tradisional.
2. Untuk
mengetahui uraian tentang ekonomi modern.
3. Untuk
mengetahui uraian tentang ekonomi berbasis teknologi.
4. Untuk
mengetahui uraian tentang ekonomi kreatif.
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil
penulisan ini diharapkan
dapat
memberikan
manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis.
Manfaat teoritis
Hasil
penulisan ini diharapakan dapat menjadi bahan masukan mengenai perekonomian dunia.
Manfaat praktis
Hasil
penulisan ini diharapkan dapat menjadi sumbangan masukan pengetahuan untuk
semua lapisan masyarakat, baik mahasiswa maupun dosen serta masyarakat umum
dalam mengetahui perekonomian di dunia.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan adalah berisi uraian singkat setiap bab, mulai dari BAB I hingga
ke-BAB III, dimana uraian ini memberikan gambaran secara langsung tentang isi
dari tiap-tiap bab yang ada dalam makalah ini. Adapaun sistematika sebagai
berikut.
BAB
I PENDAHULUAN
Bab
ini membahas tentang latar belakang, rumusan masalah,tujuan dan manfaat
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB
II PEMBAHASAN
Bab
ini membahas macam-macam ekonomi yang perah ada.
BAB
III Penutup
Bab
ini adalah akhir makalah yang berisi kesimpulan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ekonomi tradisional
Sistem ekonomi tradisional merupakan
sistem ekonomi yang dijalankan secara bersama untuk kepentingan bersama
(demokratis), sesuai dengan tata cara yang biasa ditempuh oleh nenek moyang
sebelumnya. Dalam sistem ini segala barang dan jasa yang diperlukan, dipenuhi
sendiri oleh masyarakat itu sendiri. dengan pengertian semacam itu, dapat
dijelaskan bahwa sistem ekonomi tradional adalah sistem ekonomi, yang
diterapkan masyarakat zaman dahulu, saat belum adanya perkembangan teknologi,
dan manusia masih mengandalkan hidupnya pada sumber daya alam dan sumber daya
manusia itu sendiri. Sistem ekonomi ini lebih mengutamakan kepentingan bersama,
jadi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat saling membantu dengan menggunakan
sistem barter.
Ciri dari sistem ekonomi
tradisional adalah :
1. Teknik
produksi dipelajari secara turun temurun dan bersifat sederhana.
2. Hanya
sedikit menggunakan modal
3. Pertukaran
dilakukan dengan sistem barter (barang dengan barang)
4. Belum
mengenal pembagian kerja
5. Masih
terikat tradisi
6. Tanah
sebagai tumpuan kegiatan produksi dan sumber kemakmuran
Setiap sistem
perekonomian pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya, begitu pun sistem
perekonomian tradisional ini, yaitu sebagai berikut :
a. Kelebihan dari sistem ekonomi tradisional
adalah :
1. Tidak
terdapat persaingan yang tidak sehat, hubungan antar individu sangat erat
2. Masyarakat
merasa sangat aman, karena tidak ada beban berat yang harus dipikul
3. Tidak
individualistis
b. Kelemahan dari sistem ekonomi tradisional
adalah :
1. Teknologi
yang digunakan masih sangat sederhana, sehingga produktivitas rendah
2. Mutu
barang hasil produksi masih rendah
3. Dikarenakan
sistem perekonomian ini masih menggunakan sistem barter, maka masyarakat hanya
fokus pada pemenuhan kebutuhan primer. Kemudian karena masyarakat yang
menggunakan sistem ini adalah masyarakat tradisional yang masih menggunakan
teknologi sederhana, maka produktivitaspun menjadi rendah, karena meraka akan
merasa cukup jika pemenuhan kebutuhan primer sudah terlaksana.
Sistem
perekonomian tradisional adalah sistem perekonomian yang masih menggunakan
teknologi sederhana dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, dalam sistem
perekonomian ini dikenal istilah barter dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Masyarakat yang menganut sistem perekonomian tradisional ini lebih mengutamakan
kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi sehingga tidak
individualistis.
2.2 Ekonomi modern
Perdagangan antar negara maju pesat
sejak pertengahan abad 19 sampai dengan permulaan abad 20. Keamanan serta
kedamaian dunia (sebelum perang dunia I) memberikan saham yang besar bagi
perkembangan perdagangan internasional yang pesat. Ekonomi
modern berkembang setelah semakin meluasnya perdagangan bebas atau perdagangan
secara global di seluruh negara di dunia. Teori klasik dijadikan sebagai ilmu
dasar bagi negara-negara di dunia ekonomi ini. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan produksi yang dihasilkan oleh setiap negara di dunia yang saling
berlomba untuk memenuhi kebutuhan pasar.Teori klasik tampaknya mampu
memberikan dasar serta penjelasan bagi kelangsungan jalannya perdagangan dunia.
Hal itu terlihat dari usaha masing-masing negara yang ikut didalamnya untuk
melakukan spesialisasi dalam produksi, serta berusaha mengekspor barang-barang
yang paling sesuai / menguntungkan bagi mereka. Negara-negara / daerah- daerah
tropik berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta
ekspor barang-barang yang berasal dari pertanian, perkebunan, dan pertambangan,
sedangkan Negara-negara / daerah-daerah sedang, yang relatif kaya akan modal,
berusaha untuk menspesialisasikan diri mereka dalam produksi serta ekspor
barang-barang industri. Heckscher-Ohlin mengemukakan konsepsinya yang dapat
disimpulkan sebagai berikut :
a. Bahwa
perdagangan internasional / antar negara tidaklah banyak berbeda dan hanya
merupakan kelanjutan saja dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya
terletak pada masalah jarak. Atas dasar inilah maka Ohlin melepaskan anggapan
(yang berasal dari teori klasik) bahwa dalam perdagangan internasional ongkos
transport dapat diabaikan.
b. Bahwa
barang-barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah didasarkan atas
keuntungan alamiah atau keuntungan yang diperkembangkan (natural and acquired advantages dari Adam Smith) akan tetapi atas
dasar proporsi serta intensitas faktor- faktor produksi yang digunakan untuk
menghasilkan barang-barang itu.
Masing-masing negara memiliki faktor-faktor
produksi neo-klasik ( tanah, tenaga kerja, modal ) dalam perbandingan yang
berbeda-beda, sedang untuk menghasilkan sesuatu barang tertentu diperlukan
kombinasi faktor-faktor produksi yang tertentu pula. Namun demikian tidaklah
berarti bahwa kombinasi faktor-faktor produksi itu adalah tetap. Jadi untuk
menghasilkan sesuatu macam barang tertentu fungsi produksinya dimanapun juga
sama, namun proporsi masing-masing faktor produksi dapatlah berlainan ( karena
adanya kemungkinan penggantian / subtitusi faktor yang satu dengan faktor yang
lainnya dalam batas-batas tertentu ). Jadi teori Heckscher-Ohlin dalam
batas-batas definisinya menyatakan bahwa :
a. Sesuatu
negara akan menghasilkan barang-barang yang menggunakan faktor produksi yang
relatif banyak ( dalam arti bahwa harga relatif faktor produksi itu murah ),
sehingga harga barang-barang itu relatif murah karena ongkos produksinya
relatif murah. Karena itu Indonesia yang memiliki relatif banyak tenaga kerja
sedang modal relatif sedikit sebaiknya menghasilkan dan mengekspor
barang-barang yang relatif padat karya.
b. Dengan
mengutamakan produksi dan ekspornya pada barang-barang yang menggunakan faktor
produksi yang relatif banyak, maka harga faktor produksi yang relatif banyak
akan naik. Dalam hal ini “relatif banyak”menunjuk kepada jumlah phisiknya,
bukan harga relatifnya. Karena harga relatif kedua macam barang itu sebelum
perdagangan berjalan adalah berlainan, maka negara yang memiliki faktor
produksi tenaga kerja relatif banyak akan cenderung untuk menaikan produksi
barang yang padat karya dan mengurangi produksi barangnya yang padat modal.
Negara itu akan mengekspor barangya yang padat karya dan mengimpor barang yang
padat modal.
Dengan demikian perdagangan
internasional akan mendorong naik harga faktor produksi yang relatif sedikit.
Sebagai akibatnya untuk negara yang memiliki faktor produksi modal relatif
banyak, upah akan turun sedang harga modal – tingkat bunga – akan naik. Jadi
perdagangan internasional cenderung untuk mendorong harga faktor produksi yang
sama, antar negara menjadi sama pula (equalization
of factor price).
Perdagangan internasional terjadi
karena masing-masing pihak yang terlibat didalamnya merasa memperoleh manfaat
dari adanya perdagangan tersebut. Dengan demikian perdagangan tidak lain adalah
kelanjutan atau bentuk yang lebih maju dari pertukaran yang didasarkan atas
kesukarelaan masing-masing pihak yang terlibat. Tentu saja pengertian
“kesukarelaan” dalam perdagangan internasional harus diberi tanda petik, karena
realitasnya kesukarelaan ini sebenarnya tidak selalu terjadi, namun paksaan
yang mendorong terjadinya perdagangan internasional tersebut tidaklah selalu
terlihat jelas. Salah satu bentuk paksaan ini misalnya, terlihat pada
perdagangan yang timbul sebagai akibat bantuan luar negeri yang mengikat (Tied aid).
Apabila negara A menerima bantuan dari negara B tetapi dengan ketentuan bahwa
bantuan (kredit) itu harus dibelanjakan di negara B, maka perdagangan yang
timbul antara A dan B sebagai akibat pemberian bantuan itu jelas tidak sepenuhnya
didasarkan atas kesukarelaan kedua belah pihak. Paksaan yang lebih halus lagi
terlihat pada bentuk-bentuk perdagangan internasional yang merupakan ikutan
dari perkembangan industrialisasi dalam negara-negara yang sedang berkembang
yang dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa yang mempunyai cabang di
berbagai negara dan berinduk di negara maju (perusahaan-perusahaan
multinasional).
Harga barang yang sama dapat
berlainan di negara yang berlainan karena harga dicerminkan oleh ongkos
produksi (apabila permintaan dianggap sama), sehingga perbedaan harga timbul
karena perbedaan ongkos produksi. Menurut Ricardo & Mill, Ongkos produksi
ditentukan oleh banyaknya jam kerja yang dicurahkan untuk membuat barang itu.
Jadi apabila untuk membuat barang yang sama diperlukan banyak jam yang
berlainan bagi negar yang berlainan tersebut, maka ongkos produksinya juga akan
berlainan. Perbedaan dalam banyak jam kerja menurut teori Ricardian (klasik)
disebabkan karena perbedaan dalam teknik produksi (atau tingkat teknologi),
perbedaan dalam ketrampilan kerja (produktivitas tenaga kerja), perbedaan dalam
penggunaan faktor produksi atau kombinasi antar mereka. Dengan kata lain ongkos
produksi untuk membuat barang yang sama berlainan karena fungsi produksinya
lain. Menurut Heckscher – Ohlin, ongkos produksi ditentukan oleh penggunaan
faktor produksi atau sumber daya. Jadi apabila faktor produksi itu digunakan
dalam proporsi dan intensitas yang berlainan, walaupun tingkat teknologi dan
produktivitas tenaga kerja sama, ongkos produksi untuk membuat barang yang sama
di negara yang berlainan juga akan lain. Perbedaan dalam penggunaan proporsi
dan intensitas faktor produksi yang disebabkan karena perbedaan dalam hadiah
alam (factor endowment) yang diterima
oleh masing- masing negara. Dengan kata lain ongkos produksi untuk membuat
barang yang sama berlainan karena perbedaan hadiah alam, bukan karena fungsi
produksinya lain.
Salah satu kesimpulan utama teori
H-O adalah bahwa perdagangan internasional cenderung untuk menyamakan tidak
hanya harga barang-barang yang diperdagangkan saja, tetapi juga harga
faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang
tersebut. Kesimpulan ini sebenarnya merupakan akibat dari konsepsi mereka
mengenai hubungan antara spesialisasi dengan proporsi faktor-faktor poduksi
yang digunakan. Dalam hal-hal khusus, bahkan tidak mungkin untuk mengenali
apakah barang-barang itu barang-barang padat karya ataukah barang-barang padat
modal dipandang dari dunia seabagai satu keseluruhan. Negara yang memiliki
tenaga kerja relatif banyak mungkin saja mempunyai keuntungan komparatif dalam
barang-barang yang padat modal dan sebaliknya. Karena akibat adanya perdagangan
internasional adalah naiknya harga relatif barang-barang yang dihasilkan dengan
menggunakan prinsip keuntungan komparatif itu dan dengan demikian juga faktor
produksi yang digunakanya secara intensif, maka akibat pada harga relatif
faktor-faktor produksinya mungkin berupa perubahan yang menuju ke arah yang
sama tetapi dapat juga berlawanan, lagi pula dalam keseimbangan, kedua negara
dapat terus menghasilkan kedua macam barang itu walaupun harga faktor-faktor
produksinya berlainan di kedua negara tersebut.
Pada tahun 1920-an para ahli ekonomi
mulai mempertimbangkan fakta bahwa kebanyakan industri memperoleh keuntungan
dari skala ekonomi (economies of scale)
yaitu dengan semakin besarnya pabrik dan meningkatnya keluaran, biaya produksi
per unit menurun. Ini terjadi karena peralatan yang lebih besar dan lebih
efisien dapat digunakan, sehingga perusahaan dapat memperoleh potongan harga
atas pembelian-pembelian mereka dengan volume yang lebih besar dan biaya-biaya
tetap seperti biaya penelitian dan pengembangan sertaoverhead administratif
dapat dialokasikan pada kuantitas keluaran yang lebih besar. Biaya-biaya
produksi juga menurun karena kurva belajar (learning curve). Begitu perusahaan
memproduksi produk lebih banyak, mereka mempelajari cara-cara untuk
meningkatkan efisiensi produksi, yang menyebabkan biaya poduksi berkurang
dengan suatu jumlah yang dapat diperkirakan. Skala ekonomi dan kurva pengalaman
(experience curve) mempengaruhi
perdagangan internasional karena memungkinkan industri-industri suatu negara
menjadi produsen biaya rendah tanpa memiliki faktor-faktor produksi yang
berlimpah. Perdagangan internasional timbul utamanya karena perbedaan-perbedaan
harga relatif diantara negara. Perbedaan- perbedaan ini berasal dari perbedaan
dalam biaya produksi, yang diakibatkan oleh :
a. perbedaan-perbedaan
dalam perolehan atas faktor produksi.
b. Perbedaan-perbedaan
dalam tingkat teknologi yang menentukan intensitas faktor yang digunakan.
c. Perbedaan-perbedaan
dalam efisiensi pemanfaatan faktor-faktor.
d. Kurs valuta
asing.
Meskipun demikian perbedaan selera
dan variabel pemintaan dapat membalikkan arah perdagangan. Teori perdagangan
internasional jelas menunjukan bahwa bangsa-bangsa akan memperoleh suatu
tingkat kehidupan yang lebih tinggi dengan melakukan spesialisasi dalam
barang-barang dimana mereka memiliki keunggulan komparatif dan mengimpor barang-barang
yang mempunyai kerugian secara komparatif. Pada umumnya hambatan-hambatan
perdagangan yang memberhentikan mengalirnya barang-barang dengan bebas akan
membahayakan kesejahteraan suatu bangsa.
2.3 Ekonomi Berbasis Teknologi
Konsep
globalisasi pada saat ini adalah konsep yang sering didengung-dengungkan
pemerintah dan kalangan bisnis secara intensif, bahkan sering dipromosikan
sebagai suatu peluang bisnis besar di masa depan yang harus diraih dan dianut.
Senjata utama di dalam peperangan ini adalah ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). Ilmu pengetahuan dan teknologi menentukan keunggulan, mutu, efisiensi
produksi, harga dan akhirnya daya-saing produk. Hal ini berarti daya-saing
nasional sangat ditentukan oleh penguasaan teknologi oleh masyarakatnya.
Beberapa penelitian
empiris membuktikan bahwa
pengembangan teknologi telah memberikan kontribusi
secara signifikan terahadap
industrialisasi yang memicu pertumbuhan ekonomi di
suatu negara. Para peneliti
sepakat bahwa pengembangan teknologi
pada level makro mendorong
pembangunan ekonomi dan
memberikan kontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Pada era
global diprediksikan bahwa
kemajuan teknologi akan
memberikan kontribusi lebih dari 65 persen
dalam pembangunan ekonomi dunia (Subranian, 1997).
Pada
level mikro, kemajuan
teknologi memainkan peran
yang sangat berarti dalam perubahan
struktur industri dan persaingan
global. Menurut Sharif (1994), untuk
dapat memenangkan per-saingan
di pasar global, setiap
bisnis dituntut untuk mengelola teknologi dalam menciptakan keunggulan
bersaing (competitive advatages). Kesuksesan
bisnis dalam memenangkan persaingan
sangat ditentukan oleh penciptaan
compettive advatages yang
berbasis pada pengem-bangan teknologi.
Pengembangan tek-nologi tersebut
dibutuhkan pada setiap
proses transformasi dari sejumlah
input untuk menghasilkan output
yang dapat memberikan nilai tambah
(added value) pada setiap
tahapan proses transformasi (Soehoed, 1998)
Dengan demikian,
pengembangan teknologi
sangat dibutuhkan, baik
untuk mendorong pembangunan ekonomi
bagi suatu negara, maupun untuk menciptakan keunggulan bersaing bagi
entitas bisnis. Oleh karena
itu, setiap negara
dan bisnis dituntut untuk
senantiasa mengembang-kan teknologi
secara berkelanjutan yang merupakan kebutuhan
yang tidak terela-kan pada era
global (Radhi, 2005).
Dalam pengembangan
teknologi, setiap negara dan bisnis dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama mengembangkan
teknologi melalui proses
invention and innovation. Kedua,
mengembangkan teknologi melalui
proses alih teknologi. Hampir tidak ada suatu negara dan
bisnis yang mampu memenuhi
semua jenis teknologi yang
dibutuhkan. Dalam menghadapi kondisi tersebut, suatu negara atau bisnis dapat
menerapkan strategi teknologi
yang disebut make-some-and-buy-some strategy.
Penerapan startegi make-some dilakukan
dengan pengembangan
teknologi baru melalui
R&D, sedangkan strategi buy-some diterapkan melalui proses alih
teknologi (Ramanathan, 1994).
Selain itu,
suatu negara atau
bisnis juga dituntut
untuk menentukan pilihan secara pragmatis berkaitan
dengan jenis dan level teknologi
yang harus dikembangkan agar memenuhi kriteria appropriate technology. Pilihan
appropriate technology harus
didasarkan atas beberapa
faktor yang mendukung,
di antaranya: kebutuhan
teknologi yang sesuai dengan pengembangan
industri, ketersediaan technology infrastructure, ketersediaan SDM yang mempunyai kemampuan
teknologi (technological capabilities)
dan faktor-faktor lingkungan yang
mendukung (Ramanathan, 1994).
Di
dalam konteks ini, maka diperlukan suatu sistem jaringan informasi yang untuk
jangka panjangnya dapat mendukung proses transformasi masyarakat tersebut,
sedangkan untuk jangka pendek dan menengahnya dapat mendukung proses
peningkatan ilmu dan teknologi serta fasilitas yang dapat membantu percepatan
proses penguasaan teknologi di tingkat industri maupun di tingkat perguruan
tinggi dan pelaku-pelaku proses teknologi lainnya (lembaga penelitian,
pelayanan masyarakat, dsb.)
Proses
pertambahan nilai utamanya di dapat dari penerapan pengetahuan di dalam mata
rantai pengolahan bahan hulu sampai proses produksi produk pada hilirnya,
termasuk pengembangan teknologinya, produknya, distribusinya dan pemasarannya.
Penggunaan pengetahuan akan memberikan peningkatan mutu, efisiensi produksi,
efisiensi distribusi dan pemasaran serta keunggulan fungsional dari produk yang
dihasilkan, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan daya saing ekonomis
produk tersebut. Di dalam kaitan ini, maka salah satu kegiatan yang sangat
vital baik bagi penguasaan teknologi maupun dari penerapannya serta kesiapan
sumber daya manusianya adalah kegiatan penelitian dan pengembangan pada semua
tingkat, dari perguruan tinggi, lembaga penelitian sampai dengan industrinya.
Aksesibilitas informasi, data, dan pengetahuan menjadi faktor penentu di dalam
kecepatan pemanfaatan pengetahuan ke dalam proses pertambahan nilai nasional
tersebut. Oleh karena itu adanya jaringan dan sistem informasi yang efektif
secara nasional akan menjadi salah satu faktor pemberdaya (enabling factor) kemandirian dan daya saing nasional.
Berita
atau informasi manfaat IT dan Internet di bidang bisnis nampaknya sudah
sedemikian banyak sehingga jika dituliskan akan menjadi sebuah buku. Perlu
diingat bahwa IT dapat dijadikan produk atau dapat digunakan sebagai alat
(tools). Jadi sebuah perusahaan dapat menghasilkan produk IT atau dapat
menggunakan IT untuk menghasilkan produk atau layanannya. Untuk yang terakhir
ini, IT dijadikan sebagai tools, bukan sebagai end product.
Adanya
Internet mendobrak batasan ruang dan waktu. Sebuah perusahaan di Indonesia
memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pasar Amerika dibandingkan dengan
perusahaan di Eropa, atau bahkan dengan perusahaan di Amerika. Dahulu hal ini
mungkin akan sulit dilakukan karena perusahaan lokal akan memiliki akses yang
lebih mudah kepada pasar lokalnya.
IT
dan Internet dipercaya menjadi salah satu penopang ekonomi Amerika Serikat.
Demikian percayanya mereka kepada hal ini sehingga pemerintah Amerika sangat
bersungguh-sungguh untuk menjaga dominasi mereka dalam hal ini.
Ditengah
minimnya kelangkaan infrastruktur telekomunikasi serta rendahnya pemahaman
masyarakat luas terhadap telematika, di sisi lain ternyata muncul
inisiatif-inisiatif baru yang dikembangkan oleh masing-masing pelaku usaha muda
dalam rangka membentuk infrastruktur informasi alternatif yang meliputi aspek
aplikasi, jasa dan infrastruktur fisik. Dari sisi teknologi terdapat empat area
yang dianggap sebagai pendorong yaitu yang berkaitan dengan bandwidth
komunikasi, teknologi peralatan elektronika, teknologi manipulasi informasi,
dan teknologi sistem pembayaran yang dikembangkan secara on-line.
Peluang
yang diciptakan oleh penerapan perdagangan elektronis adalah terciptanya
pasar-pasar baru, produk dan pelayanan baru, proses-proses bisnis baru yang
lebih efisien dan canggih, serta penciptaan perusahaan-perusahaan dengan
jangkauan lebih, sedangkan kendala-kendala umumnya berkisar pada masalah
bandwidth dan kapasitas jaringan, keamanan, harga teknologi, aksesabilitas,
struktur sosial-ekonomi-demografi, kendala politik dan hukum, censorship, serta
edukasi -sosialisasi masyarakat.
Ekonomi
yang berbasis kepada IT dan Internet ini bahkan memiliki nama sendiri: New Digital Networked Economy. Dalam
ekonomi baru ini banyak kaidah ekonomi lama (old economy) yang dijungkirbalikkan. Saham-saham perusahaan teknologi,
terutama yang berbasis IT dan Internet, dicari-cari oleh orang meskipun
perusahaan tersebut masih dalam keadaan merugi. Ini berbeda dengan kaidah old
economy. Apakah ini sehat atau tidak, banyak sudah kajian tentang hal ini.
Point yang ingin disampaikan adalah ini ekonomi baru yang mesti kita simak dan
kaji dengan seksama.
Hilangnya
batasan ruang dan waktu dengan adanya Internet membuka peluang baru untuk
melakukan pekerjaan dari jarak jauh. Istilah teleworker atau teleworking mulai
muncul. Seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya dari rumah tanpa perlu
pusing dengan masalah lalulintas. Kesemua hal di atas menunjukkan adanya
peluang-peluang baru di dalam bisnis dengan adanya IT dan Internet, bisa juga
dijelaskan dengan kata lain, pada saatnya nanti sektor komunikasi merupakan
penunjang perekonomian terpenting di Indonesia dengan pertumbuhan ekonomi yang
termasuk signifikan.
2.4 Ekonomi kreatif
Kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menuntut produk kreatif agar bisa
menyesuaikan dan bahkan berbasis pada perkembangan IPTEK tersebut. Namun,
kemunculan produk kreatif bergantung ide dan kreativitas sebagai modal utama. Kreatifitas merupakan
modal utama dalam
menghadapi tantangan global.
Bentuk-bentuk ekonomi kreatif
selalu tampil dengan
nilai tambah yang
khas, menciptakan “pasar”nya
sendiri, dan berhasil menyerap tenaga kerja serta pemasukan ekonomis. Ekonomi Kreatif
merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan
informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge
dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan
ekonominya.
Howkins
(2001) dalam bukunya The Creative Economy menemukan kehadiran
gelombang ekonomi
kreatif setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996,
ekspor karya hak cipta Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar
60,18 miliar dollar AS jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif,
pertanian, dan pesawat.
Fenomena
Gangnam Style yang mewabah menjadi sekedar contoh bagaimana
kreatifitas dapat menjadi mesin ekonomi baru bagi Korea Selatan. Maka menjadi
tidak berlebihan bila Howkins menyebutkan ekonomi baru telah muncul seputar industri kreatif,
yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak
cipta, merek, royalti dan desain.
Definisi
ekonomi kreatif hinggga saat ini masih belum dapat dirumuskan secara jelas. Kreatifitas, yang menjadi unsur vital
dalam ekonomi kreatif sendiri masih sulit
untuk dibedakan apakah
sebagai proses atau
karakter bawaan manusia. Departemen
Perdagangan Republik Indonesia (2008)
merumuskan ekonomi kreatif sebagai
upaya pembangunan ekonomi
secara berkelanjutan melalui kreativitas dengan
iklim perekonomian yang
berdaya saing dan
memiliki cadangan sumber daya yang terbarukan. Definisi yang lebih jelas
disampaikan oleh UNDP (2008)
yang merumuskan bahwa
ekonomi kreatif merupakan bagian integratif
dari pengetahuan yang
bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan
budaya.
Industri
kreatif merupakan Industri yang berasal dari pemanfaatan reativitas,
keterampilan serta bakat individ untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan
pekerjaan dengan menghasilkandan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta
individu tersebut. Lingkup kegiatan
dari ekonomi kreatif
dapat mencakup banyak
aspek. Departemen
Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya
14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif, yaitu :
1. Periklanan.
Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu arah dengan
menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi, produksi dan
distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan
komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi, kampanye
relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar, majalah) dan
elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster dan gambar,
penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi
dan delivery advertising materials atau samples, serta penyewaan kolom untuk
iklan.
2. Arsitektur.
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya
konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara
menyeluruh dari level makro (Town planning, urban design, landscape
architecture) sampai dengan level mikro (detail konstruksi, misalnya:
arsitektur taman, desain interior).
3. Pasar
Barang Seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang
asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui
lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik,
percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa dan lukisan.
4. Kerajinan.
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk
yang dibuat dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal
sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang
kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit,
rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi) kayu, kaca,
porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur. Produk kerajinan pada umumnya
hanya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).
5. Desain.
Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior,
desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset
pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.
6. Fashion.
Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki,
dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya,
konsultansi lini produk Fashion , serta
distribusi produk Fashion.
7. Video,
Film dan Fotografi. Kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video,
film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di
dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi
film.
8. Permainan
Interaktif. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan
distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan
edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan
semata-mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.
9. Musik.
Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan,
reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.
10. Seni
Pertunjukan. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten,
produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian
kontemporer, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik
etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata
pencahayaan.
11. Penerbitan
dan Percetakan. Kegiatan kreatif yang terkait dengan dengan penulisan konten
dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta
kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup
penerbitan perangko, materai, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil,
obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang,
dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir
(engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan,
dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.
12. Layanan
Komputer dan Piranti Lunak. Kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan
teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data,
pengembangan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan
analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti
lunak dan piranti keras, serta desain portal termasuk perawatannya.
13. Televisi
dan Radio. Kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan
pengemasan acara televisi (seperti games,
kuis, reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran,
dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan station relay (pemancar kembali) siaran
radio dan televisi.
14. Riset
dan Pengembangan. Kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang
menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan
tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material
baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan
pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan
pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultansi bisnis dan
manajemen.
Bila
dilihat luasan cakupan ekonomi kreatif tersebut, sebagian besar merupakan
sektor ekonomi yang
tidak membutuhkan skala
produksi dalam jumlah besar. Tidak
seperti industri manufaktur
yang berorientasi pada
kuantitas produk, industri kreatif
lebih bertumpu pada
kualitas sumber daya
manusia. Industri kreatif justru
lebih banyak muncul
dari kelompok industri
kecil menengah. Sebagai
contoh, adalah industri
kreatif berupa distro
yang sengaja memproduksi desain
produk dalam jumlah
kecil. Hal tersebut
lebih
memunculkan kesan
eksklusifitas bagi konsumen
sehingga produk distro menjadi
layak untuk dibeli dan bahkan dikoleksi. Hal
yang sama juga berlaku untuk produk garmen kreatif lainnya, seperti
Dagadu dari Jogja atau Joger dari Bali.
Kedua industri
kreatif tersebut tidak
berproduksi dalam jumlah
besar namun ekslusifitas dan kerativitas desain produknya digemari
konsumen. Dr. Mari Elka Pangestu dalam Konvensi
Pengembangan Ekonomi Kreatif
2009-2015 menyebutkan beberapa
alasan mengapa industri kreatif perlu dikembangkan di Indonesia, antara lain :
1. Memberikan
kontibusi ekonomi yang signifikan
2. Menciptakan iklimbisnis yang positif
3. Membangun
citra dan identitas bangsa
4. Berbasis
kepada sumber daya yang terbarukan
5. Menciptakan inovasi
dan kreativitas yang
merupakan keunggulan kompetitif
suatu bangsa
6. Memberikan
dampak sosial yang positif
Salah satu
alasan dari pengembangan
industri kreatif adalah
adanya dampak positif yang akan
berpengaruh pada kehidupan sosial, iklim bisnis, peningkatan ekonomi, dan juga
berdampak para citra suatu kawasan tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem ekonomi tradisional merupakan
sistem ekonomi yang dijalankan secara bersama untuk kepentingan bersama
(demokratis), sesuai dengan tata cara yang biasa ditempuh oleh nenek moyang
sebelumnya. Sistem perekonomian tradisional adalah sistem perekonomian yang
masih menggunakan teknologi sederhana dalam upaya pemenuhan kebutuhannya, dalam
sistem perekonomian ini dikenal istilah barter dalam memenuhi kebutuhan
masyarakat. Masyarakat yang menganut sistem perekonomian tradisional ini lebih
mengutamakan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi sehingga tidak
individualistis.
Ekonomi
modern berkembang setelah semakin meluasnya perdagangan bebas atau perdagangan
secara global di seluruh negara di dunia. Teori klasik dijadikan sebagai ilmu
dasar bagi negara-negara di dunia ekonomi ini. Hal tersebut dapat dibuktikan
dengan produksi yang dihasilkan oleh setiap negara di dunia yang saling
berlomba untuk memenuhi kebutuhan pasar.Teori klasik tampaknya mampu
memberikan dasar serta penjelasan bagi kelangsungan jalannya perdagangan dunia.
Hal itu terlihat dari usaha masing-masing negara yang ikut didalamnya untuk
melakukan spesialisasi dalam produksi, serta berusaha mengekspor barang-barang
yang paling sesuai / menguntungkan bagi mereka.
Dalam pengembangan
teknologi, setiap negara dan bisnis dihadapkan pada dua pilihan.
Pertama mengembangkan
teknologi melalui proses
invention and innovation. Kedua,
mengembangkan teknologi melalui
proses alih teknologi. Hampir tidak ada suatu negara dan
bisnis yang mampu memenuhi
semua jenis teknologi yang
dibutuhkan.
Ekonomi
Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru
yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock
of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama
dalam kegiatan ekonominya.
Definisi
yang lebih jelas disampaikan oleh
UNDP (2008) yang
merumuskan bahwa ekonomi
kreatif merupakan bagian integratif
dari pengetahuan yang
bersifat inovatif, pemanfaatan teknologi secara kreatif, dan
budaya. Industri kreatif merupakan
Industri yang berasal dari pemanfaatan reativitas, keterampilan serta bakat
individ untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan
menghasilkandan memberdayakan daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.
Departemen Perdagangan (2008) mengidentifikasi setidaknya
14 sektor yang termasuk dalam ekonomi kreatif,
yaituPeriklanan, Arsitektur, Pasar Barang Seni, Kerajinan, Desain, Fashio, Video, Film dan Fotografi, Permainan
Interaktif, Musik, Seni Pertunjukan, Penerbitan dan Percetakan, Layanan Komputer
dan Piranti Lunak, Televisi dan Radio, Riset dan Pengembangan.
Daftar Pustaka
Komunitas Sekolah Sumatra.“Ekonomi Berbasis IT dan Internet”. http://www.google.com. 2004. (diakses pada Selasa, 16 April 2013,
pukul 14.08 WITA).
Radih, Fahmy. 2010. “ Pengembangan
Appropriate Teknology Sebagai paya Membangun Perekonomian Indonesia Secara
Mandiri”. Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomika dan Bisnis. Yogyakarta.
Suparwoko. 2010. “Pengembangan Ekonomi
Kreatif Sebagai Penggerak Industri Pariwisata”. Skripsi Sarjana Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan. Yogyakarta.
Iin. “Sistem Ekonomi Tradisional”. http://www.google.com.
2011.
Diakses pada Kamis,11 April 2013, pukul 17.42 WITA).