Senin, 20 Desember 2010

isi hati

Kejujuran Di Detik-Detik Terakhir

Hmhmhm.. ini sebenarnya adalah kisah yang memalukan utamanya di kalangan pelajar. MENYONTEK sudah menjadi tradisi bagi sebagian pelajar tapi dalam kamusku, tradisi menyontek di kalangan pelajar itu meski dan kudu dimusnain karena bukan perbuatan yang terpuji dan sangat dibenci oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.

Setiap ulangan, 85% perlajar pasti menyelesaiakanya dengan menyontek. Aku juga masuk dalam kategori 85% pelajar itu “hehe”. Bukannya membela diri tapi hanya beberapa bidang studi yang rutin ku nyontek Cuma 2 atau 3 nomor dan untuk bidang studi yang laen hanya 1 atau 2 nomor saja.

Namun, lambat laun aku mulai menghilangkan kebiasaan burukku itu dan Alhamdulillah ternyata tanpa menyontek aku bisa masuk 10 besar di kelas unggulan.

Seiring berjalannya waktu akupun mengalami kemunduran iman.

Di akhir semester ini. Ujian penaikan kelas, imanku mulai goyah. Terlalu banyak penyimpangan yang terjadi di ruang ujianku. Hati ini merasa ketidakadilan, ketidakjujuran, ketidakcoolan dan ketidaksemuanya deh berjaya saat itu. Dan yang paling menambah kekesalanku yang melakukan penyimpangan itu sebagian besarnya adalah orang-orang yang ada diatas peringkatku.

Kemudian terlintas di benakku. . .

“Kenapa Allah memberi peringkat kepada orang-orang seperti mereka?”

“Kenapa Allah tidak mengetuk hati pengawasku untuk menghukum mereka?”

“Kenapa Allah memudahkan kedzaliman mereka?”

Kenapa? Kenapa?

Beberapa factor itulah akhirnya aku ikut dengan mereka. Yaaa ikut MENYONTEK. Aku yang sudah terlatih dari dulu walaupun sudah vakum setahun terakhir ini masih lincah seperti biasanya.

Menyontek dengan temanku, menyontek melalui catatan di hp, menyontek melalu SMSan dengan teman di lain ruangan, menyontek melalui buku dan cara-cara menyontek kreatif lainnya.

Di hari kelima ujian, aku merenungkan diriku. Tiba-tibaaku merasa badmood dan selalu merasa kesal dengan semua orang. Mungkin itu imbas karena aku mengikuti ajaran setan kali.

Di rumah aku memikirkan murobbiyahku. Begitu bersemangat dan tak henti-hentinya dia mengajari dan mengingatkan kami agar tidak menyontek saat ujian tapi realitanya, kami menyontek dengan senang hati tanpa meikirkan konsekuensinya kelak, tanpa memikirkan perasaan murobbiyah kami saat dia tahu hal ini. Kata-katanya pun terlintas di benakku.

“Kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban semua yang kita lakukan di dunia. Allah tidak akan menanyakan peringkat atau nilai yang kita peroleh saat ujian, tapi Allah meminta penjelasan mengenai prosesnya, proses penyelesaian ujiannya!”.

Mengingat hal itu akupun malu kepada Allah, murobbiyahku, orangtuaku, guruku dan pastinya diriku sendiri.

Setelah shalat Magrib, aku berargumen dengan Allah sekitar 3 menit. Potongan kalimatku berbunyi,,

“Ya Allah, aku hambaMu yang sangat berlumuran dosa, ku telah melakukan dosa besar, aku takut Engkau murka padaku dan memberiku azab atas perbuatanku. Aku takut yaa Allah . .”.

Akupun berjanji kepada Allah dan diriku sendiri tidak akan menyontek besok. Mungkin ini sudah sangat terlambat tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.

Akupun belajar sungguh-sungguh walupun harus melewatkan Open Ceremony FIFA WORLD CUP 2010 yang berlangsung meriah malam itu. Ku tekadkan diriku untuk mengunci mati seluruh sel, jaringan, organ dan otot-otot tubuhku agar tidak tergoda untuk melanggar janji.

Keesokan harinya, hari terakhir ujian dengan bidang studi KIMIA “Ahhg, I don’t Like” dan PKn” aaa, banyaknya yang mau di hapal”. Mungkin kedua bidang studi ini memiliki kegansannya tersendiri tapi aku harus dan wajib menepati janjiku.

Dengan khusyuknya aku mengerjakan keduanya walupun terkandas beberapa nomor yang memintaku harus mengarang bebas tapi itu lebih baik daripada memilih untuk menyontek.

Hahaha… akhirnya aku selesai ujian juga. Memang sih ini sudah sangat-sangat terlambat untuk menyadari keslahanku tapi kata murobbiyahku, tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Terserah nanti aku dapat peringkat atau nilai berapa yang terpenting dan paling utama adalah prosesnya..

Yupz..prosesnya! Proses yang akan dipertanggungjawabkan kelak.

Lima hari ku gelisah karena perbuatanku sendiri kini tertimbun dalam-dalam dengan kelegaan akan perbuatanku seharian ini.

Syukron Allah, Syukron Murobbiyahku…

CERPEN

"...I'm sorry Kakanda..."

Uchi, ingat sebentar sholat Magrib di Masjid ya! Itulah kata-kata yang terniang dipikiranku saat itu.

Ah, dasar anak-anak nyuruh aku ke Mesjid untuk ngajar padahal semestinya aku yang diajar kan !”, kataku sebel.

Magrib pun tiba dan aku pergi Sholat di masjid dekat rumah. Tenyata kurang lebih dari enam minggu anak TPAnya sudah aktif belajar dan juga banyak anak remaja masjid yang datang ada Cika, Uly, Icha, Sisy, Firdah dan ada Sari. Saat itu aku berkenalan dengan seorang perempuan berjilbab besar bernama Sakinah dan seorang temanya bernama Eli. Aku yang baru datang bukannya merasa asing malah merasa akrab dengan mereka berdua. Pada sore itu kami membicarakan rencana lomba tanpa kuketahui terlebih dahulu kapan, bagaimana, dimana dan apa dasar lomba ini diadakan.

Keesokan harinya aku dipanggil lagi ke masjid dan dengan tanpa ragu aku mengiyakannya. Pada saat itu aku kaget karena makin banyak saja remaja yang datang, yakni ditambah dengan kak Maya, kak Nur, Niki, Lani dan Fitri. Namun anehnya kak Sakinah tidak datang tapi digantikan dengan seorang laki-laki bernama Aji dan dia memanfaatkan saat itu dengan membicarakan hal yang sama dengan kak Sakinah. Aku bingung apa tujuan mereka melaksanakan lomba ini dan kebingunanku bertambah saat seorang laki-laki dingin, sinis,dan kayaknya sombong datang dengan memakai almamater warna hijau kemudian duduk tepat disampingku,

Buset dah ini orang harum amat”, bisikku. Lalu disusul lagi dengan seorang pemuda dengan pakaian yang tidak jelas, dikira ustazd tapi nggak ada tampang ustazdnya sedikitpun tapi dikirain preman tapi kok pakai sarung sama peci. Hati kecilku berkata lagiSiapa sih mereka ?”.

Sesudah sholat Isya kami pun pulang dan aku bertanya kepada Sari,

Siapa sih mereka ?”.

Mereka itu anak KKN yang untuk sementara menetap disini selama dua bulan tapi kira-kira mereka sisa dua minggu lagi disini”, jawab Sari jelas.

Dalam melaksankan lomba ini, anak KKN tersebut menyuruh kami agar mau menyempatkan diri untuk hadir sesudah shalat Ashar di masjid karena aku orangnya sibuk jadi selalu telat pulang sekolah jadi telat juga aku datang ke masjid. Saat aku datang rapatnya sudah dimulai dan yang dibahas tentang rencana kegiatan dari susunan kepanitianya, acaranya dan lomba-lomba yang akan diadakan. Disana ada semua anak remaja masjid dan juga ada kak Sakinah, kak Eli, kak Aji, kak Aksan si penampilan aneh itu dan kak Rama si wajah jutek itu.

Rapat demi rapat selalu kuhadiri dan kendala pun kami hadapi, yakni kuranganya dana. Uanglah yang menjadi faktor utama saat itu dan akhirnya kami semua anak remaja yang harus mencari dana ke setiap rumah. Disinilah mulai timbul ketidaksenangan anak remaja akan adanya lomba ini. Tidak cukup sampai disini masalah demi masalah datang tanpa di undang seakan-akan masalah itu yang selalu mengikuti kami. Anak remaja harus membuat umbul-umbul sebagai property untuk pembukaan lomba yang dirangkai dengan pawai. Namun, ketidakadaanya bambu sebagai pegangan umbul jadi kami harus memakai sapu lidi yang membuat anak remaja risih karena nampaknya nggak gaul ‘gitu’. Saat itu ada lagi remaja yang ikut membantu namanya kak Leni dan kak Pute.

Anak KKN juga ng-adaain LDK bagi kami para remaja di seluruh masjid satu kelurahan selama dua hari, yakni Sabtu sama Ahad. Disana aku juga mengenal beberapa lagi anak KKN dari posko lain tapi lupa siapa-siapa saja namanya. Kami bercanda ria dan memgantuk ria juga karena ini diaakan dari jam setengah tujuh sampai jam sepuluh malam, waktu tidurnya anak-anak seumuran kami.

Semua undangan telah disebarkan ke seluruh masjid satu kelurahan. Berhubung ketidakadanya remaja yang mewakili dari masjidku jadi remaja disana bertindak sebagai panitia dan sekaligus peserta. Pada suatu malam kami sedang latihan tiba-tiba kak Aji mengajak kami ikut acara penutupan lomba di masjid sebelah. Dengan berjalan kaki kami mengikut kak Aji dan diawasi dari belakang oleh kak Aksan, kak Rama dan Kak Heri si pendiam. Kami bercanda tawa disana dan aku pun mulai akrab dengan mereka terutama kak Rama yang selalu menggodaku dengan kata Mana cerita lucumu Uchi ? karena aku pernah ingin bercerita lucu dan didengar olehnya. Disinilah aku sadar kalau kak Rama itu tidak seperti yang kubanyangkan, dia itu menyenangkan.

Malam pembukaan, kami para remaja harus kerja keras untuk membuat kue yang banyak untuk peserta pawai sampai-sampai ada yang nginap di rumah kak Maya. Keesokan paginya pawai pun di mulai pada jam delapan, saat itu aku memakai pakaian serba hitam dengan tertuliskan nama HARRY POTTER jadi kayak penyihir ‘gitu’. Kami bersuka ria dan bercapek ria serta berteriak ria juga saat itu, nyanyiin ini, nyeruin itu semunya dilakukan untuk nyemangati diri sendiri sama anak-anak yang lain. Tapi masalah timbul lagi karena kue yang dibuat sampai begadang tidak dimakan oleh para peserta karena anak remaja salah informasi, mereka kira ba’da Azhar baru kue itu disantap tapi nyatanya tidak. semestinya sesudah pawai. Jadi, semua kesalahan ini pun dilimpahkan kepada anak KKN terutama kak Aji karena dialah ketuanya. Inilah awal perpecahan anak KKN dengan para remaja.

Siang harinya kami rapat lagi membahas ulang jadwal lomba. Kak Sakinah protes begitu banyak yang didukung oleh Niki, sang penengah kak Rama didukung oleh Sari dan Kak Maya namun sang terdakwah kak Aji tidak mempunyai pembela tapi kak Aji bisa mengatasinya dengan argumen-argumennya. Saat suasana makin tengang tiba-tiba Icha mengeluarkan argumenya namun dengan bahasa yang salah,

Jangan yang susah yang sulit aja untuk lomba tataboganya”. Dua kata yang bermakna sama dia gabungkan dalam satu kalimat dan yang tanggap saat itu cuma aku dan kak Rama jadi cuma kami yang tertawa terbahak-bahak dan yang lainnya kebingunan. Akhirnya rapat selesai, namun karena ada beberapa tanggapan mereka yang tidak diterima misalnya tentang panitia yang juga berperan sebagai peserta yang akan membuat mereka repot tidak ditanggapi baik membuat anak remaja kecewa sama anak KKN.

Di hari pertama ini beberapa lomba dapat berjalan dengan baik tapi satu kenyataan yang aku tahu bahwa sekarang semua anak remaja masjid khususnya dari masjidku kecewa berat sama anak KKN. Bahkan Sari bilang,

Percuma orang rapat, pandapat kita tidak diterima, kesepakatannya sepihak”. Argumennya pun dikuatakan ole kak Maya. Kak Rama yang mendengar hal ini memanggil anak KKN yang ada dan meminta penjelasan mengapa kata-kata itu bisa terucap tapi tidak ada satupun yang memberikan penjelasaan. Anak remaja marah dan malu, anak KKN kecewa dan aku juga kecewa karena Sari berkata tanpa dasar yang jelas.

Lomba demi lomba terlaksana dengan baik. Pada malam Rabu kami berkerjasama mendekorasi masjid untuk pelombaan busana. Saat itu kak Rama dipojokkan terus seakan-akan semua idenya salah dan ide anak remaja itu paling benar. Jujur aku memang anak remaja tapi aku ada di pihak kak Rama karena aku menggangap sikap anak remaja itu kekanak-kanakan. Tapi walaupun dia terus dipojokkan, kak Rama tetap saja menggodaku,

Hey, Uchi yang kubawakn kue, Uchi mana cerita lucumu, aku suka semangat Uchi””.

Keesokan malamnya aku bertanya kepada kak Rama.

Kak kira-kira acara penutupannya kapan, dimana, bagaimana, dan apa saja kegiatannya ?”.

Malam sabtu di teras masjid ini dengan ada tenda dan banyak kegitaan yana akan dilakukan mungkin sampai jam sepuluh malam”, jawabnya dengan tersenyum dan mata yang bersinar memandangiku serta wajah yang nampak malu.Untuk kesekian kalinya kak Rama menggodaku lagi,

Eh Uchi tadi menyet sama aku loh, hey tidak ikut Uchi Vokal group ya? Berarti tidak ada orang manis dong !”. Sungguh aku sangat malu tapi entah kenapa hatiku berdebar-debar terus malam itu.

Hari lomba telah terlewati tibalah hari perpisahan dan aku telah memikirkan matang-matang suatu kejutan buat anak KKN. Tapi aku tidak yakin saat itu akan sukses dan ternyata kenyakinaaku benar, aku sudah menguras otakku untuk memikirkan suatu kejutan buat mereka tapi gagal karena aku tahu Allah tidak akan meridhoi kami karena sikap anak remaja yang keterlauan. Aku pun menangis tapi bukan karena anak KKN akan pergi tapi aku menangis karena kecewa, kecewa akan sikap anak remaja yang sangat keterlauan dan egois itu.. Mereka juga membuat menangis kak Rama dengan kata-kata mereka yang pedas,

Kami bisa berdiri sendiri tanpa bantuan anak KKN !“. Padahal kak Rama dan kawan-kawan hanya ingin membantu meningkatkan kualitas anak remaja disini jadi dia pergi dengan hati kecewa.

Keesokan harinya mereka semua menyesal dan jutaan kata I’m sorry Kakanda”, terlontarkan baik secara lisan maupun SMS kecuali kak Maya, kak Lina, kak Fira dan kak Pute tidak ada penyesalan yang mereka rasakan malah mereka merasa lebih dirugikan.

Masalah muncul lagi karena kak Aji memberi amplop yang berisi uang mereka semua menganggap uang itu adalah gaji bagi mereka yang dianggap pembantu di mata anak KKN. Akhirnya uang itu dikembalikan kepada kak Sakinah dan dia menerimanya karena sebenarnya anak KKN masih kekurangan banyak dana. Agar kami dapat mengenang anak KKNnya, kak Sakinah memberi kami sebuah gantungan kunci mini, lucu sekali.

Hari demi hari hari terlewati, anak-anak KKN tidak pernah lagi datang dan semua merasa kehilangan, kebencian mereka hilang begitu saja seakan tergantikan dengan kerinduan yang mendalam dalam pikiran cuma ada kata,

Kapan mereka datang lagi ?”.

Everytime cuma ada cerita tentang anak KKN terutama kak Rama. Dulu mereka selalu membicarakan kejelekan kak Rama namun kini mereka malah bilang kak Rama itu menyenangkan.

‘Seseorang akan merasa membutuhkan saat dia telah merasa kehilangan’ mungkin inilah kata-kata yang cocok buat mereka. Namun aku tidak bisa meceritakan tentang perasaan kak Maya, kak Lina, kak Fira dan kak Pute mungkin mereka sudah mati rasa dengan anak KKN sehingga ucapan maaf sulit untuk dilontarkan hingga kini.

Sekarang aku masih menunggu akan kedatangan mereka lagi karena aku sangat merindukan argumen-argumen kak Aji, keanehan kak Aksan, kegeniatan kak Eli, nasehat kak Sakinah dan gombalan kak Rama. Mungkin jika kebersamaan kami lebih lama lagi hati ini akan sangat tidak merelakan kepergian mereka meninggalkan kehidupanku yang telah terbiasa dengan adanya mereka.

CERPEN

SUKA CINTA

Ratu…

Pangeran…

Itulah suara yang kerap kali membangunkanku dari mimpi di pagi hari.

“Iya Bu, Ratu dah bangun kok nggak usah teriak-teriak gitu kali!” teriaku yang hampir menyaingi terikan Ibuku. Napa sih Ibu suka amat teriak, gumamku. Aku pun lekas ke kamar mandi dan bersiap-siap untuk ke sekolah.

15 menit kemudian…

“Nih sarapan dan uang jajananya” kata Ibuku sembari membagikan sarapan dan uang kepadaku, adik dan Ayah.

“Bu, aku mau ganti nama ah. Buatin akta kelahiran baru ya!” pinta adikku manja.

“Mang ya napa dengan namamu? Namamu kan dah bagus!” kata Ayahku seraya meminum kopi panasnya

“Iya dah bagus sekali kok dek, Pangeran Hartanegara!” sahutku dengan sedikit unsure meledek.

“Aku nggak minta tanggapanmu Ratu Berlian” kata adikku tersinggung.

“Hey Pangeran jaga bicaramu sopan sedikit sama kakakmu, jangan memanggil namanya tanpa sebutan kakak” kata Ayahku tegas. Aku pun meledek adikku dengan menjulurkan lidah ke mukanya.

“Pangeran, bikin akta kelahiran itu nggak murah butuh duit juga Nak!” kata Ibuku membujuk.

“Tapi Bu, teman-teman bilang aku itu keberatan nama. Masa muka pas-pas gini dipanggil pangeran lalu ada embel-embel Hartanegaranya lagi, terlalu lebai Bu!”

“Kamu semestinya bangga punya nama sebagus itu kan bisa nutupin kekurangan yang ada dalam dirimu nama juga do’a loh dan itulah do’a Ibu sama Ayah untuk kamu.” Kata Ibuku sambil mengusap-usap kepala Pangeran.

”Aku mau ganti nama, titik!”. Pangeran pun pergi meninggalkan meja makan dan langsung ke sekolah dengan muka terlipat-lipat.

“Biarin aja Bu, pulang sekolah pasti dah nggak ngambek lagi. Kalau gitu aku ke sekolah dulu, Assalamualaikum!” pamitku.

Itulah keluargaku yang hidupnya cuma pas-pasan tapi memiliki nama yang keren-keren. Ayahku saja namanya Ramayana dan Ibuku he he he Dwi Shinta. Ketika aku tiba di sekolah semua orang berlari-larian menuju MADING, ku cepatkan langkah kakiku menuju ke kerumunan tersebut.

jadilah ratu sekolah!!!

siapkan diri kalian gadis-gadis perfect untuk mengikuti ajang pemilihan ratu sekolah. pihak osis akan mencari dan mendaftakan dirimu yang memenuhi kriteria-kriteria seoarang ratu sekolah.

panpel

Aliran darahku tiba-tiba mengalir cepat dan memanas setelah membaca pengumuman tersebut namun, ketika aku tersenyum-senyum sendiri ku mendengar bisikan-bisikan yang tidak mengenakkan.

“Wah pasti yang akan jadi Ratu Sekolah, Keisha”.

“Iya, dia itu dah cantik, baik, pinter lagi”. Mendengar mereka membuatku muak dan pergi dari situ namun, sialnya sepanjang perjalanan ke kelas cuma bisikan-bisikan itu yang terdengar.

Bahkan di kelas pembahasannya itu juga, sama semua buat bete aja. Sebenaranya bukan pengumumannya yang buat aku bete tapi terkaan anak-anak yang mempastikan Keisha yang akan menang padahal masih banyak cewek-cewek selain dia di sekolah ini ada aku, ih sebel.

“Ratu!” panggil Anggi dengan teriak dari luar kelas.

“Heran ya, hari ini orang-orang hobi banget teriak” kataku dingin.

Napa sih pagi-pagi gini mukanya dah terlipat-lipat gitu?” tanya Angga, kembaran Anggi.

“Kalian dah liat pengumuman di MADING kan?”

“Yaiyalah, kita kan pengurus MADING sekaligus pengurus OSIS” jawab Anggi

“Dan aku yakin seyakin-yakinnya kalau Keisha yang akan memperoleh gelar Ratu Sekolah” lanjut Angga.

“That’s right. Secara dia itu dah cantik, pinter dan baik lagi” tambah Anggi.

“Iiih kalian nyuabelin banget!!!” teriakku emosi. Semua orang kaget mendengar suaraku dan balik meneriakiku.

“Aduh, teriakanmu hampir ngerusak kuping aku nih” kata Angga mengeluh.

“Kamu yang nggak suka orang teriak tapi malah kamu yang teriak” tegur Anggi.

“A A A… Kalian semua nyebelin, pergi dari hadapanku, SEKARANG!” teriakku lagi. Si kembar emas itu pun pergi ke bangku mereka, tepatnya di belakangku.

Tingg…

Bunyi bel tanda masuk, semua siswa berbondong-bondong masuk ke kelas masing-masing. Sementara aku sedang bersedih sambil menundukkan kepala, terdengar suara salam kecil di telingaku.

“Assalamualaikum, my Queen”.

“Waalaikumsalam, o Putra, kirain siapa!” jawabku yang kemudian menunduk kembali.

“Kok mukanya nggak nyenengin gitu, ada apa Tu?” tanya Putra dan mendekatkan wajahnya.

“Tu… Tu…Tu… mangnya aku Ti2”. Aku kaget ketika mengangkat wajahku karena saat itu wajah Rama sangat dekat denganku, jantungku tiba-tiba berdetak tidak teratur. Namun, saat itu hanya berlangsung singkat karena guru Fisika Pak Wahyu sudah masuk kelas.

Di tengah pelajaran aku berbisik-bisik dengan Putra.

“Putra…” bisikku.

“Iya!”

“Ushhh… Aku mau curhat nih, kan sekarang itu orang-orang lagi sibuk-sibuknya membahas tentang ajang pemilihan Ratu Sekolah tapi napa sih mereka dah meyakini kalau Keisha yang akan meraihnya, napa bukan cewek lain atau aku mungkin!”.

“Ratu… dengerin ya. Keisha itu lebih menonjolkan kelebihannya dan orang lain nggak, terkhusus kamu. Kamu tahu kenapa, karena kamu menyimpannya rapi-rapi dalam dirimu dan hanya orang-orang tertentu yang dapat merasakan kelebihanmu itu sebab kamu itu cewek special” jelas Putra.

“Putra, kamu mang paling bisa menghiburku, oh iya wajahmu lucu ya kalau di lihat dekat” pujiku sambil senyum-senyum.

“Ratu Berlian, coba kamu kerja nomor 23 halaman 98 di papan tulis sekarang” suruh Pah Wahyu. Aduh mati aku semalam aku kan nggak belajar, bisikku. Tiba-tiba Putra menyodorakn buku latihanya padaku, aku pun lekas mengambilnya dan naik ke papan tulis.

Lima menit kemudian…

“Ya benar,. Lain kali jangan senyum-senyum sendiri kanyak orang gila, sekarang kamu boleh duduk” kata Pak Wahyu.

“Putra kamu mang kawanku yang paling baik” kataku pada Putra dan dia hanya tersenyum.

Putra adalah lelaki yang paling baik setelah Ayahku. Dia tidak pernah membuatku kecewa, sedih, susah dan paling bisa mengatasi kegalauan hatiku dan menurutku senyumanya yang paling manis di sekolah. Itulah sebabnya aku nggak bosan duduk sebangku dengannya. Sedangakn Angga dan Anggi, si kembar emas itu adalah sahabatku sejak TK, walau kami suka marahan tapi mereka pasti nggak betah kalau mogok ngomong sama aku, itulah sohibku.

“Ratu, hari ini kita kerja kelompok di rumahmu kan?” tanya Anggi padaku.

“Iya. Mana Angga, Nggi?”.

“Oh, dia nemenin Putra karena katanya hari ini Keisha mau nembak Putra gitu!”.

“APAAA!”.

“Ratu, ini ketiga kalinya kamu teriak lagi demen teriak ya?”.

“Sorry. Nggi kita harus cegah Putra menerima Keisha, ayo!”.

“Mang ya…”. Sebelum Anggi menyelesikan kata-katanya aku keburu menariknya dan membawaku ke TKP.

“Hey Put! Teman aku ini suka ma kamu, gimana terima nggak?” kata teman Keisha yang bernama Rani. Put Put mang ya putu, dasar perusak, gumamku. Aku dan Anggi menguping mereka di balik tembok.

“Iya Putra terima aja, Keisah itu dah cantik, baik plus pinter lagi” kata Angga, mengkompor-kompori. Dasar Angga kalau Putra nerima Keisha, ku bunuh kau, gumamku lagi.

“Mungkin aku akan jadi lelaki terbodoh yang nggak suka ma Keisha, siapa sih yang tidak menyukainya, tapi aku hanya sebatas suka, nggak lebih” jawab Rama. Aku yang mendengarnya jadi lesu.

“Ooo… kalau gitu klop dong kan sama-sama suka, jadi Keisha nggak jomblo lagi” kata Nunu, teman Keisha kegirangan. Keisah juga terlihat sangat senang sekali saat itu.

“Maaf, kayaknya ada perbedaan pendapat antara kita. Menurutku bukan cuma sebuah pernikahan yang harus dilandasi cinta tapi pacaran juga perlu. Suka dan cinta beda menurutku dan aku tidak cinta dengan Keisha hanya suka jadi aku tidak bisa pacaran dengan dia, maaf” kata Putra bijak. Wajah Keisha tiba-tiba memerah.

“Jadi kamu…” Rani mulai emosi. Keisha pergi dengan mata berkaca-kaca, kedua temanya itu pun mengejarnya.

“Wah kamu mang hebat Putra, bisa nolak Keisha, iya kan Ratu?” kata Anggi. Dasar bodoh, kakak ma adik sama aja, bisikku.

“Ooo… kalian nguping ya!” kata Anggi.

“Iya. Si Keisha yang menarikku kesini katanya dia nggak mau…”. Ku tutup mulut Anggi karena kejujurannya hanya akan buat aku malu di depan Putra.

“Ratu, dah makan?” tanya Putra.

“Ah… o… belum”jawabku gagap.

“Yuk ke kantin teman-teman, aku yang traktir kali ini”. Putra langsung menarik tanganku dan saat itu hati serasa sangat tenang bahkan suara ceria Angga dan Anggi tidak terdengar.

Sepulang sekolah, anak-anak ke rumahku untuk kerja kelompok tapi kami lebih dominan membahas tentang Ratu Sekolah dibandingkan pelajaran. Aku yang bersikeras untuk mengikutinya berniat untuk merombak diriku menjadi seperti atau lebih dari Keisha. Si kembar memberiku les kilat tentang kepribadian dan membawaku ke salon. Sedangkan Putra tidak membantu sedikit pun, berkomentar pun tidak.

Keesokan harinya, semua mata tertuju padaku. Akahirnya perubahan pada diriku ini digubris sama satu sekolahan dan semua orang tidak menerka Keisha yang akan jadi Ratu sekolah tapi aku. Dari jauh terlihat teman-teman, sudah menunggu kedatanganku.

“Cie yang lagi bermetamorfosis nie” ejek Anggi.

“Ingat harus jaim, ramah, baik dan kalau bisa pinter-pinter dikit” saran Angga. Terlihat Putra hanya terdiam dan ini baru pertama kalinya tidak memperhatikanku.

Ketika aku dan si kembar lagi asyik berbincang di dalam kelas, ketua OSISku, Ummy datang dan memberikan selembaran padaku.

“Kak ini cuma dikhususkan untuk gadis perfect loh,jadi jangan disia-siain ya, Kak!” katanya sembari tersenyum. Ternyata selembaran itu adalah formulir pendaftaran Ratu Sekolah.

“Ummyi Culsum, senyumanmu manis banget, kalau aja kamu cowok udah aku gandeng kamu” kata Anggi terpesona.

“Betul itu. Kamu mendaftar juga kan, kamu itu dah manis, pinter dan senyumanmu itu lebih menawan dibanding Keisha, iya kan Putra?” nambah Angga.

“Iya, kamu itu manis, bijak, tegas dan pinter. Dan menurutku cewek manis lebih baik daripada cantik karena kalau cantik orang gampang bosan liat ya!” tanggap Putra. Aku yang sibuk mengisi formulir menjadi terhenti mendengar tanggapan Putra, baru pertama kali dia memuji gadis lain selain aku.

“Ha ha ha… kakak terlalu memujiku. Oh iya sudah kak Ratu soalnya guru kakak dah mau masuk! Kak pulang sekolah kumpul di kelasku ya!” kata Ummy terburu-buru.

Sepanjang jam pelajaran hatiku resah. Mungkinkah Putra menolak Keisha karena dia mencintai Ummy dan yang buat aku curiga lagi waktu jam istirahat dia tidak mengajakku tapi malah Ummy yang dia ajak. Sehabis kumpul di kelas Ummy terlihat Putra menunggunya untuk mengantarkan dia pulang. Saat itu dua hati terpatahkan, aku dan Keisha. Putra apakah Ummy adalah cintamu? Bisik hatiku yang mungkin serupa dengan Keisha.

Esoknya adalah hari penilaian para finalis Ratu Sekolah dan kami diharuskan menunjukkan jati diri kita yang sebenarnya karena itulah penilaian utamanya. Namun, di otakku hanya memikirkan tentang perubahan Putra dan tidak ada sedikitpun yang terlintas di benakku tentang ajang ini.

Napa ya Putra itu lebih dekat ma Ummy dibanding kita?” tanya Anggi.

“Mereka dah jadian kali!” tebak Angga.

“Oh iya hari ini kan penilaiannya, loh kamu mayun-mayun gitu, ingat jaim!” kata Anggi sambil memukul-mukul mulutku.

“Ah napa sih, mulut-mulutku” kataku kesal.

“Loh kok gitu!” kata Anggi heran. Aku tinggalkan tempat itu di tengah keheranan mereka.

Napa sih, tidak Putra tidak Ratu semuanya aneh” ujar Anggi.

Aku susah ketika melihat kebersamaan mereka, kebahagiaanku serasa terenggut begitu saja, senyumpun serasa sulit saat itu. Ketika kami para finalis berserta siswa lain dikumpulkan di Aula sekolah untuk mendengarkan pengumuman pemenang, Putra masih saja terlihat bersama Ummy bahkan mereka tambah dekat. Hati ini sakit sekali, aku ingin sekali menangis dan berteriak sekencang-kencangnya.

“Okey, bapak akan ngumumin Ratu Sekolah kita, dan dia adalah…” kata Pak Wahyu. Suasana Aula saat itu begitu riuh, mereka menyeruhkan jagoannya masing-masing dan ku lihat Putra mengusap-usap kepala Ummy begitu lembut mereka tidak eduli dengan keriuhan anak-anak.

“Adalah… Keisha Cildany!”. Semua orang bersorak gembira dan aku tidak dapat menahan kesedihanku lagi. A… A… A…. rengekku seperti bayi dan memecahkan suara riuh anak-anak. Angga dan Anggi pun menarikku turun dari atas panggung.

“Ratu kamu malu-maluin ah!” keluh si kembar sembari membawaku keluar Aula. Aku tetap manangis tidak peduli dengan pandangan orang-orang padaku yang jelas aku broken heart jadi aku mau menangis. Sampai Putra menghampiri dan mengusap airmataku, ku hentikan rengekanku. Sementara itu Angga dan Anggi kembali ke Aula.

“Kamu napa my Queen?” tanya Putra lembut.

“A… a… ku… aku sedih, Put” jawabku terbata sambil terisak.

“Sedih! Karena nggak jadi Ratu Sekolah atau…?” kata Putra penasaran.

“Bukan itu tapi karena…” jawabku ragu-ragu.

“Ratu aku nggak bisa membantumu keluar dari kesedihanmu kalau kamu menutupinya. Kalau benar kamu gini karena nggak jadi Ratu Sekolah aku kecewa ma kamu karena harus sedih karena hal yang seperti ini. Ratu jujur sebelum ajang ini diadakan kamu sudah jadi Ratu, ratu dalam sebuah Istana megah, disini Ratu” kata Rama dengan serius sambil mengepal tanganku di dadanya.

“Tapi Ummy?”

“Ummy! Jangan bilang kamu gini karena Ummy ha ha ha!” kata Putra tertawa. Aku hanya diam dan menunggu penjelasan Putra.

“Ratu, dengarin aku. Dia adalah adik tiriku, anak dari istri kedua Ayahku, aku nggak pernah cerita karena aku pikir nggak penting. Dan… akhir-khir ini aku dekat dengannya karena ku lihat kamu sibuk merombak dirimu menjadi orang lain dan aku nggak suka kamu yang itu. Jadi aku ke adik aku aja” jelas Putra.

“Jadi Ummy bukan…”

“Pacar, bukanlah. Masa aku pacaran sama adik sendiri, oh iya mang kamu nggak ngeliat aku ma Ummy mirip loh, sama-sama punya senyuman manis”.

“Yei, narsis! Jadi siapa dong cintamu?”.

“Ratu kamu itu belum mengerti ya. Cinta aku itu sebuh berlian”.

“Berlian, siapa itu? Anak kelas berapa? Cantik atau manis?” tanyaku jelous.

“Ratu… di sekolah kita ini yang punya nama Berlian itu cuma satu. Ratu Berlian dan itu kamu!”. Mendengar kata-kata Putra aku serasa ingin pingsan, aku ngerasa melayang-melayang dalam dunia cinta.

“A… a… ku” kataku masih tidak percaya. Ternyata Angga danAnggi mengupung dari tadi dan mereka mendengar semuanya.

“Cieee, jadi sahabat kita ini resmi jadian dong” kata Anggi.

“Yes, jadi Ummy secara ternyata masih jomblo dan dia adalah adik sahabatku, Tuhan mang baik, jadi nanti kamu Ratu jadi ipar aku” kata Angga.

“Hey aku nggak mau punya kakak ipar yang lebih manis dari aku, Ngga” ujar Anggi. Sementara si kembar itu bertengkar, Ummy datang menghampiri kami.

“Gimana Kak sudah menyet?”tanyanya kepada Putra. Putra hanya senyum malu-malu dan mukanya memerah seperti tomat.

“Alhamdulillah, akhirnya selama tiga tahun memendam bisa juga diungkapin” lanjutnya lagi seraya merangkul aku dan Putra. Akupun tidak membenci Ummy lagi karena aku tahu dia hanya adik tiri Putra bukan pacarnya. Saat itu Angga pun nembak Ummy tapi sayang Ummy menolaknya karena Ummy juga punya cinta yang dia tunggu, menunggu cintanya itu menyadari kehadirannya dan akan menghampirinya sendiri, ya mendam persaan lagi deh.

Hari itu berlalu begitu indah, aku sekarang nggak minat lagi jadi Ratu Sekolah karena menjadi ratu di istana hati Putra adalah anugerah terindah dalam hidupku dan aku nggak mau sia-siain anugerah Allah SWT.

* * *

CERPEN

Mejikuhibiniu

Petang ini, megah merah tidak tampak di langit. Matahari tertutupi awan hitam sehingga cahaya yang biasanya terlihat memenuhi langit petang di musim kemarau tidak tampak. Ini mungkin salah satu dampak Global Warming. Hari ini, kesekian kalinya aku terlambat pulang ke rumah. Bukan karena lama magang di jalan atau pun lama bercengkrama dengan sesama tapi karena daerah menuju rumahku yang masih terbilang sebagai daerah pinggiran kota juga mulai macet. Bahkan om polisi belum mampu mengatasi kemacetan yang ada.

Jam putih bertali hitam di tangan kananku telah menunjukkan pukul 17.30 WITA. Hari sudah mulai gelap, matahari kini sudah bersembunyi. Pandanganku juga sudah mulai buram karena asap motor dan cahaya kuning dari lampu jalanan dan kendaraan. Sebagai pemanis, lampu lalu lintas bergantian muncul, kuning, merah, hijau, mungkin kalau ada warna biru bukan lampu lalu lintas namanya tapi lampu pelangi.

Aku berada tepat di tengah-tengah kemacetan dengan kaos oblong hitam dan celana jeans hitam pula, menambah kegelapkan diriku saat itu, tapi dengan corak motor putih beat, scrap putih dan kaos tangan putih sedikit memberi warna di petang itu. Di tengah kemacetan ini, pikiran ku melayang jauh ke masa lalu, mengingat semua hal-hal yang telah lama ku lupakan.

* * *

Tiga tahun yang lalu, saat cinta sedang bermekaran di hatiku, saat rasa sayang sedang bertebaran ke semua orang, dan hidup seperti perempuan normal yang ingin dicintai dan berhak mencintai. Hari itu, Adam laki-laki populer dan pintar menggungkapkan perasaannya padaku. Adam berkata padaku

“ Ku tak perlu emas, ku tak butuh berlian dan ku tak menginginkan permata mahal. Aku hanya ingin bisa memiliki, melindungi, menjaga, membahagiakan, orang yang ada di hadapanku”. Adam agak menarik nafas dan melanjutkan kata-katanya.” Wanita biasa tapi yang luar biasa di hatiku, wanita sederhana tapi mewah di mataku, berkepribadian aneh tapi unik dihadapanku”. Tatapan begitu dalam menatap jauh ke dalam mataku. Namun, kata-kata gombalannya hanya menggelitik cacing-cacing di perutku. Mungkin itu rasanya digombalin sama lelaki yang tidak dicintai. Yupz, secara sukarela dan ikhlas aku menolak Adam walaupun dia berlatar belakang yang menjanjikan kebahagiaan masa depan tapi sudah ada seseorang yang mengisi hatiku.

Di hari yang sama, aku melakukan hal yang sama dengan Adam. Aku menyatakan cinta kepada orang yang kucintai, lelaki bertubuh semapan, rambut agak berantakan, bertubuh kurus berkulit putih dan dengan jakun yang agak menonjol. Lelaki yang ku cintai dari dua tahun yang lalu. Lelaki yang memberikan semangat dengan senyumannya, mengajariku tentang arti hidup dengan pengalaman-pengalaman hidupnya dan mewarnai hidupku dengan cerita-cerita banyolannya. Itulah Fachriku. Kata-kata yang ku lontarkan kepada Fachri, persis yng dikatakan Adam padaku karena otakku blank saat dihadapannya, dan cuma itu yang terlintas di otakku. Hanya saja ku tamabahkan kalimat terakhir agar lebih menyakinkan perasaanku kepadanya. “ Fachri, aku mencintaimu” kataku penuh harap. Fachri pun angkat bicara tanpa ekspresi.

“ Kamu terlalu baik untukku, terlalu indah, dan terlalu sempurna untuk mendapingi cerita hari-hariku”. Fachri beranjak meninggalkanku tanpa berbalik sekalipun menatap kearahku.

Aku bingumg dengan jawabannya apalagi kata-katanya. Aku tidak tahu, itu penolakan atau apa yang aku tahu, pertama kalinya Fachri meninggalkanku sendiri. Inikah rasanya diposisi Adam, rasanya sakit sekali, perih dan menyesakkan dada.

Sejak hari itu, aku tidak pernah bertemu lagi dengan Fachri. Dia bagai hilang di telan bumi. Ku mencoba mencarinya dan memperbaiki semuanya. Aku tidak menginginkan ini, walau hanya sekedar sahabat itu sudah cukup bagiku tapi pencarianku terhenti karena informasiku tentangnya mendapatkan jalan buntu. Dimana kamu Fachri?, bisik hatiku.

* * *

Lama larut dalam lamunan, aku baru tersadar. Jam di tangan kananku sudah menunjukkan pukul 18.00 WITA dan aku belum juga beranjak dari tempatku. Aku tidak tahu apa yang menyebabkan kemacetan berlarut-larut ini, tanpa sadar ternyata helmku agak basa dan begitu juga pakaianku. Ternyata gerimis. Aku menatap langit dan berbisik kecil “Mungkin akan turun hujan deras”. Aku menghela napas, mencoba bersabar menunggu kemacetan ini berakhir dan kembali terdiam dan kembali hanyut dalam lamunan.

* * *

Tanpa Fachri dalam bagian kisah hidupku itu hanya tabu. Tidak ada lagi perasaan yang ku sisakan untuk orang lain, karena telah ku berikan semuanya pada Fachri. Aku pun mulai belajar hidup tanpa cinta, kasih sayang, dan rasa suka, ku kubur semua bersama kenangan Fachri di dasar hatiku agar tidak ada lelaki lain yang mengisinya. Tapi, untuk memenuhi hawa nafsu dan kesepianku, aku rela menjadi orang lain, menjadi seseorang yang berbeda dan masuk ke dunia lain yang ku benci selama ini.

Aku bercumbu dengan orang yang berbeda berulangkali. Bercinta dengan mereka untuk memuaskan jiwaku. Kepuasan dalam diri namun tidak dalam hati. Benar kata guru fisikaku, bila sejenis maka tidak akan menimbulkan daya tarik menarik, namun jika berbeda jenis maka daya tariknya besar. Namun, untuk saat ini teori itu hanya ku anggap sebagai bisikan hidup.

* * *

Pippppppp....Suara klakson mobil Avanza putih membangunkanku dari lamunan. Ternyata sudah mulai jalan, dan ku nyalakan mesin motor dan maju ke depan sekitar 5 meter dan kembali pada posisi awal. Aku pun menghela napas, menatap kosong ke depan.

* * *

Mungkin hidupku sangat salah. Melanggar hukum alam, melanggar ajaran-Nya dan berbelok dari kenyataan tapi aku merasa nyaman dengan begini. Tidak ada rasa cinta yang membingungkan, tidak ada rasa cinta yang sulit dimengerti.

Dua tahun kemudian, Fachri muncul di hadapanku di sebuah taman segitiga di Makassar. Tempat nongkrongku saat suntuk. Wajahnya tidak banyak berubah, tetap lelaki bertubuh semapan, rambut agak berantakan, bertubuh kurus dan dengan jakun yang masih menonjol serta kulitnya terlihat agak gelap dan punggung yang makin lebar. Jaket silver dan kaos biru oblong di dalamnya, celana jeans biru dan sepatu putih menyempurnakan penampilnnya sore itu. Dia menghampiriku dan berdiri persis di hadapanku. Sapaan “Hay..” darinya tak ku balas, aku masih dalam kedaan terkejut. Pikiranku kacau tidak dapat merangkai satu kata pun. Fachri pun angkat bicara lagi.

“Kabarmu baik kan?” tanya Fachri dengan menatapku dalam. Sementara aku masih terdiam membisu.

“Aku rindu denganmu”. Kedipan mataku yang pertama selama semenit.

“Dua tahun ternyata lama tanpa kamu. Maaf dulu tidak pamitan”. Airmataku menetes tidak tertahan. Inginnya aku menghabisi lelaki di hadapanku ini, tapi sebaliknya aku memeluk Fachri sekuat tenaga, melepaskan rasa rindu dalam hatiku. Aku menangis dalam pelukannya dan dia membalas pelukanku dan mulai berbisik di telingaku.

“Maafkaan aku baru menemuimu, maafkan aku tidak pernah mengabarimu selama ini dan maafkan aku karena membuatmu hidup dalam kebingungan. Aku pergi darimu karena ku tak bisa mengakui kalau aku mencintaimu”. Pelukanku makin erat dan tangisanku semakin kencang mendengar kata-kata Fachri.

“Tapi... aku punya alasan mengapa aku pergi dan menjauh darimu. Kenyataan hidupku terlalu menjijikkan dan tidak bisa diterima sebagian orang. Aku.. aku...” kata Fachri yang juga agak terisak.

“Aku adalah seorang gigolo”. Aku terdiam sejenak dan mencerana kalimat terakhir Fachri. Masih dalam pelukannya, Fachri melanjutkan kata-katanya.

“Karena masalah ekonomi keluarga, aku mengambil jalan ini dan aku terbuai dengan kesenangan yang salah, sampai aku lupa akan perasaanku kepadamu. Aku baru sadar ketika kamu menjadi pecinta sesama, maafkan akan kesalahanku.. Maafkan aku...”.Aku melepaskan pelukanku dan mulai angkat bicara.

“Hidup ini sudah ada yang atur” kataku sambil mengusap wajahku yang basah akan air mata. “ Kita tidak bisa mengelak ataupun menghindar dari takdir hidup ini”kataku begitu tegar. Tanpa pamit aku melangkah menjauh dari Fachri seperti yang dilakukan Fachri dua tahun yang lalu padaku.

“Kamu mau kemana?” tanya Fachri setengah berteriak.

“Pergi melanjutkan hidupku, setidaknya aku tahu, dua tahun lalu aku tidak sebenarnya ditolak olehmu dan cintaku tidak bertepuk sebelah tangan” kataku tanpa berbalik badan dan agak tersenyum.

“Kita bisa memperbaiki semuanya, kita mulai dari awal, menjalani hidup normal bersama-sama”. Aku berbalik meghadap Fachri.

“Tidak Fachri, tidak sekarang. Dengan menjadi gigolo, kamu bisa menbantu keuangan keluargamu dan dengan lesbi, aku bisa memenuhi kebutuhanku pula, aku sudah terbiasa hidup seperti ini, dan untuk merubah semuanya, sulit, mungkin tidak seribet kisah-kisah di sinetron tapi tidak mudah merubah kebiasaan yang sudah menjadi kebutuhan kita”kataku, panjang lebar dan pergi dengan senyum di wajahku.

* * *

Hujan bertambah deras, aku pun meninggalkan motorku di tengah kemacetan dan mencari tempat berteduh. Masjid adalah tempat yang aku pilih dan diikuti oleh beberapa orang. Aku melihat lagi jam di tanganku yang telah menunjukkan pukul 18.20 WITA dan waktu shalat magrib telah masuk, aku melirik sebuah cincin perak di jari manis tangan kananku bertuliskan Fachri n Putri. Aku tersenyum menerawang jauh ke langit dan berkata dalam hati.

“ Setelah awan gelap menutupi langit dan turun hujan hari ini, pasti besok pagi akan muncul mejikuhibiniu di langit biru”.

* * *

CERPEN

DIE LOVE

Cinta mati harus dijaga sampai mati, jangan sampai kelain hati, nanti jadinya patah hati, hati-hati menjaga hati, mata hati…

”Suaramu buruk amat Bintang!” ejek Mimi kepadaku tapi tak membuat mulutku berhenti bernyanyi.

“Mimi kamu tahu nggak tentang lagu ini?” tanyaku dengan teriak-teriak karena suara musik headset ditelingaku yang amat keras.

“Iyalah, lagu ini judulnya Cinta Mati 2, diciptain ma Ahmad Dhani dan dibawaain oleh Mulan Jameela featuring Mitah the Virgin” jawab Mimi sambil mempraktekkan gaya Mulan Jameela.

“Pintar juga kamu bisa tahu sebanyak itu!” pujiku sambil menunjuk-nunjuk kepala Mimi.

“Ahhh, jangan nunjuk-nunjuk kepalaku kanyak gitu donk nanti rambutku kusut lagi”.

“Ihhh… Mim by the way Mitha itu keren ya!”.

“Wah bukan keren lagi tapi kueren buanget” kata Mimi dengan menaikkan kedua jari jempolnya.

“Kalau aja dia cowok sudah aku pacarin dia” kataku sambil ngelamun.

“Hey jangan ngelmun yang nggak-anggak, Bintang” kata Mimi dengan mengguncang tubuhku begitu kuat.

“Aduh,, aduh,, udah Mim aku cuma ngelamunin pacar aku kok. Gila ya kamu, pusing tahu!” tegurku sambil mengusap-usap kepalaku.

“Ooo… Rama toh, he he he, aku kira...”

“Kamu pikir aku lesbi ya, nauzubillah.”

“Corry…” kata Mimi dengan tampang menyesal.

“Iya. Wah Mim tamannya dah mulai sepi nih, hari juga mulai gelap, kita pulang yuk!”Ajakku.

“Iya, badanmu juga dah terasa bau!”

“Ih badanmu tuh yang bau, belum mandi seharian, kalau aku sih haaarum.”

“Iya harum bagai semerbak bunga, tapi bungai bangkai” ejek Mimi yang langsung berlari sambil menutup hidungnya.

“Awas kamu ya Mim nggak akan aku kasih nyontek lagi.” Aku pun langsung mengejarnya dan pergi meninggalkan taman yang mulai sepi itu.

* * *

Pagi hari yang cerah, matahari terbit memberikan sinar ke seluruh pelosok Bumi.

“Ah kakak sok puitis, masih pagi nih” ejek salah satu adikku.

“Eh kamu itu masih kecil jadi nggak tahu makna penggalan syair ku tadi” sebelku. Aku pun keluar ke teras rumah, seperti biasa menunggu jemputan sang pujaan hatiku.

Lima menit menunggu, tiba-tiba terdengar bunyi klakson motor dan hati ini berkata itu adalah Rama. Mungkin aku ini ada darah peramal karena ternyata tebakanku benar 100%.

“Ma, aku berangkat!” teriakku sambil berlari keluar. Di depan rumah terlihat sang pujaan hati memakai jaket hitam pemberianku sedang menyapa Lisa, kucing adik perempuanku.

“Sudah siap?” tanya Rama padaku.

“Iya” jawabku. Dia pun memberikan helmnya padaku dan memberikan salam perpisahan kepada Lisa. Kami pun berangkat ke sekolah bersama-sama seperti biasanya.

Aku dan Rama adalah sepasang kekasih. Kami berpacaran sejak awal masuk SMA. Sekarang kami sudah jalan bersama kurang lebih setahun dan alhamdulillah selama itu kami belum pernah mengalami yang namanya putus nyambung, langgeng terussss. Itulah sebabnya banyak yang iri ngelihat hubungan kami.

Tingggg…

Bel tanda masuk berbunyi. Aku dan Rama berlari bersama menuju kelas. Untung saja Ibu Selvi telat masuk mengajar jadi kami tidak kena hukuman.

Hari Rabu pagi yang membosankan di kelas X.G karena guru yang ngajar sudah suaranya kecil, ngejelasin pelajarannya juga nggak jelas kanyak mendongeng gitu jadi aku dan teman-teman yang lain biasanya tidur di dalam kelas deh. Namun, entah mengapa hari itu Rama berkelakuan aneh, biasanya dia main game atau baca komik tapi kali ini dia memperhatikan semua penjelasan Ibu Selvi dengan seksama. Tiba-tiba ada yang menyebut namanya.

“Rama Prasetya Hasim, silahkan naik ke depan kelas” panggil Ibu Selvi dengan suara yang amat pelan.

“Iya Bu!” sahut Rama. Semua orang bertampang heran plus bingung, orang yang selalu menolak untuk naik ke depan kelas malah dengan sukarela naik begitu saja tanpa berkomentar. Hatiku bertanya-tanya dalam Mengapa Rama dipanggil ke depan kelas?. Saat semua suara bisik hilang di tengah ketenangan teman-teman, Rama mulai mengeluarkan suaranya.

“Aku harap teman-teman dapat mendengarkan setiap kata yang akan ku ucapkan” katanya dan sepintas tersenyum manis padaku. Aku pun membalas senyumannya.

“Anak-anak temanmu ini akan mencitrakan hal-hal yang ia senangi” kata Ibu Selvi dengan suara dan cara bicaranya yang khas. Saat itu seakan berbeda dari hari-hari sebelumnya, semua orang tenang bukan karena sedang tidur tapi tenang karena ingin mendengarkan Rama.

“Hal yang aku senangi… Saat-saat bersama dia. Saat berada dekatnya, saat menatap matanya, saat bercanda gurau denganya. Detik-detik bersama dia yang aku senangi. Dia itu bukanlah bidadari dari langit, bukan seorang putri Raja, bukan pula putri seorang Presiden dan juga bukan seorang gadis SAMPUL apalagi seorang Miss Universe. Dia hanyalah seorang perempuan pada umumnya, biasa-biasa saja tapi entah mengapa hati ini selalu merasa tenang, damai dan bahagia bersamanya dibandingkan dengan perempuan lainnya. Mungkin karena dia mempunyai suatu hal dalam dirinya yang membuatnya beda dengan perempuan-perempuan lain di mataku. Setelah lama aku bersamanya aku tahu hal yang tersembunyi dalam dirinya, yaitu Cinta. Yeah, cintnyalah yang aku senangi, cinta yang suci yang akan selalu aku jaga dan ku lindungi berserta pemilik cinta tersebut. Dan perempuan itu adalah Bintang Anugerah. Seperti namanya, dia adalah anugerah dari Tuhan sebuah Bintang yang terang yang akan selalu memberikan cahaya ketenangan” Jelas Rama.

Semua orang meneriakiku dan Rama, wajahku kini berubah merah seperti tomat buah karena malu yang bercampur senang. Bahkan saking kegirangannya air mataku serasa ingin keluar. Rama pun mendekatiku dan berbisik Gimana aku berani kan? dan kemudian kembali ke tempat duduknya. Itulah saat dimana pelajaran Bahasa Indonesia menjadi menarik untuk kelas X.G.

“Hey Mimi mau kemana?” tanyaku kepada Mimi.

“Dah istirahat Nyonya Rama!” jawabnya ngeledek.

“Ha ha ha, belum bunyi bel kali Neng!”.

Nyonya Rama, kan ada yang dibilang lagi mati lampu jadi belnya nggak ngeluarin suara and lihat jam juga donk dah jam berapa ini?” kata Mimi tambah meledek.

“Oh iya ya, pantesan anak-anak di luar dah berkeliaran, Rama yuk ke kantin!”.

“Yei, malah ngajak Rama aku kek yang dekat-dekat.”

“Aku kan cewek masa ngajak cewek, wueeek!” ejekku dengan menjulurkan lidah keluar.

Aku dan Rama ke kantin bersama-sama diikuti Mimi dari belakang dengan wajah cemberutnya. Di sana aku mengungkapkan segala persaanku setelah pengungkapan Rama yang mendadak itu di depan teman-teman.

“Rama, sungguh aku tidak percaya ini nyata kamu mengungkapkan apa yang kamu rasakan saat bersamaku. Dan jujur aku tidak pernah dipuji seperti itu dan kamu yang pertama yang melakukannya.”

“Bintang, kalau boleh jujur aku juga baru pertama kali seperti ini, entah mengapa kebernian itu muncul secara tiba-tiba setelah wajahmu tebanyang di benakku dan ini bukan gombalan belaka, sejak bersamamu aku mendapatkan semangat baru” kata Rama seraya menggenggam tanganku. Dug… dug… dug… suara jantungku berdegup kencang ketika dia mulai meremas tanganku.

Saat bersamamu kasih ku merasa bahagia dalam hidupku…

“Mimi ganggu ah, kalau kamu cita-citanya mau jadi radio berjalan jangan di sini donk latihannya sana di lapangan Basket!” kesalku kepada Mimi yang telah mengganggu ketenanganku bersama Rama.

“Yei yang lagi berbunga-bunga dah nggak mau digangguin!” katanya seraya memukul kepalaku.

“Aduh, MIMIII!”. Ku kejar Mimi dengan wajah kesal tapi hati tetap senang karena Rama. Sejak itu aku merasa sulit untuk pisah dengan Rama. Cinta yang baru tumbuh ini seakan tak dapat teruraikan lagi.

Sepulang sekolah aku dan Rama pergi jalan-jalan ke tempat biasa kami menghabiskan waktu siang. Tempat itu rindang dan penuh dengan anak-anak.

“Wah tiap hari makin ramai aja taman ini!” kata Rama sembari memberikan permen kepada salah satu anak laki-laki.

“Di sini aja kita duduk! Wah sejuk ya,pasti bisa sampai sore nih.” Di sana separuh waktu kami dihabiskan bermain bersama anak-anak. Rama itu orangnya ramah dan penyayang kepada siapapun tapi tetep rasa sayangnya tak melebih rasa sayang dan cintanya padaku, jadi semua orang bahkan binatang senang kepadanya. Aku juga ikut-ikutan deh menjadi seperti dia padahal aku paling nggak suka yang namanya anak-anak dan binatang, ngeselin soalnya.

“Kamu dah capek?” tanya Rama padaku. Aku hanya mengangguk, nafasku tidak dapat kukontrol setelah berlari 5 kali mengelilingi lapangan yang panjangnya mencapai 100 meter. Rama pun menggiringku ke bawah pohon besar yang rindang.

“Bintang main sama anak-anak itu mengasyik kan ya?” tanyanya lagi padaku. Aku hanya tersenyum karena sebenarnya aku tidak sepaham dengannya. Apa enaknya, ngehabisin tenaga aja, bisikku dalam hati.

Setelah nafasku dapat kuatur kembali, Rama memberiku sebotol air minum.

“Kehausan ya!” kata Rama yang tersenyum melihatku.

“Iyalah!” Setelah aku minum, aku mulai berbincang-bincang dengan Rama.

“Kamu tahu nggak, aku itu pernah ngeliat catatan Ibu Selvi jadi aku tahu hari ini Ibu mau bawain apa. So, aku dah persiapin semuanya dari awal” kata Rama.

“Iii, Rama!” sebelku sambil mencubit-cubit Rama. Kemudian aku mengganti topik pembicaraan.

“Rama, sudah mau Semester Genap nih, nggak terasa kita hampir duduk di kelas XI, aku berharap kita bisa sekelas lagi.” kataku sambil megambil sesuatu dalam ransel.

“Oh iya lusa kita dah ulangan, wah kanyaknya sebentar kita nggak malam mingguan dulu ya karena aku mau belajar, nyediain persiapan gitu” lanjutku setelah membaca buku catatan pribadiku.

“Nggak apa-apa kok aku juga mau belajar sebentar, kan kamu mau kita sekelas jadi aku harus bisa sepintar kamu” kata Rama dengan lembut.

“Ramaaa, kamu jangan maksaain untuk jadi kanyak aku” kataku manja.

Napa tidak, kamu aja bisa menjadi kanyak aku, kok aku nggak bisa.” Kok tau ya! Kataku dalam hati.

“Ramaaa.”

“Bintang aku nggak mau kalau apa yang kamu harapkan tidak dapat kamu capai jadi sebagai orang yang sayang sama kamu aku akan memenuhinya, aku janji.” Aku tidak dapat berkata lagi, kata-kata Rama membuat mulutku terbungkam. Seketika itu aku merasa menjadi perempuan teberuntung yang telah mendapatkan Rama.

Tanpa terasa arloji Rama telah menunjukkan pukul 17.00. Kami pun pulang bersama-sama dengan digiring oleh sekelompok anak-anak, Rama tampak sangat senang melihat senyum anak-anak tersebut.

Di depan rumah Mimi telihat Mamaku dan Mama Mimi sedang berkumpul dengan teman-teman gosipnya. Pasti lagi nyela orang, bisikku kepada Rama.

“Rama makasih ya untuk hari ini karena kamu telah membuatku menjadi perempuan terbahagia di dunia ini” kataku senang.

“Iya, itu kan semua tugas aku untuk ngebahagiain orang yang aku sayang.”

“Ah hari ini kamu banyak gombal” kataku malu sambil memberikan helm Rama. Dia hanya tersenyum simpul padaku.

“Kalau gitu aku masuk dulu ya soalnya mau mandi nih, badan dah bau keringat.”

“Iya, aku pulang dulu ya salam buat adik-adikmu dan Lisa.” Rama pun menggas motornya lalu pergi.

“Tante pulang dulu” pamitnya kepada Mamaku yang dibarengi suara klakson motornya. Itulah kekasihku, bisikku bangga. Di sana telihat Mamaku and friends melanjutkan gossipnya, dasar ibu-ibu.

* * *

Mengapa cinta ini terlarang saat ku yakin ini kaulah milikku

“Siapa sih yang sudah ganti nada SMSku” kataku jengkel. Setelah SMSnya terbuka ternytata dari Rama.

Bintang, sebelumnya aku minta maaf kalau seandainya selama seminggu kita sulit untuk bertemu dan saling kontek-kontekkan. moga kamu bisa mengerti keaadaanku…

Jari-jari ini dengan lincahnya menari untuk membalas SMS sang pujaan hati.

Iya aku mengerti kok …(^_^)

Setelah membalas SMS, aku jadi senyum-senyum sendiri kanyak orang gila gitu karena aku yakin saat ini Rama ingin belajar sangguh-sungguh untuk aku.

* * *

Seminngu berlalu dan ulangan pun terlewati. Hati ini sudah rindu sekali melihat sang pujaan hati namun, ketika aku tak menemukannya. Aku SMS nggak dibalas-balas, ditelponin handphonenya nggak aktif terus, kutanyain ke teman-temanya nggak ada yang tahu, kudatangin di rumahnya selalu nggak ada. Aku kini mulai merasa kesepian, ketidakhadirannya membuatku hampa dan mulai cemas hanya Mimi yang selalu menyemangatiku.

Hari penerimaan raporpun tiba, hati ini masih menyimpan harapan untuk bertemu dengan Rama. Aku ingin sekali memperlihatkan nilai gemilangku kepadanya tapi dia tak terlihat. Tiba-tiba ada seorang anak gadis yang menghampiriku.

“Maaf, kakak yang namanya Bintang ya?” tanya gadis itu.

“Iya” jawabku heran. Kemudian gadis itu membawaku ke bawah pohon terindang di sekolah.

“Kak, aku adalah adik angkat kak Rama. Dia menyuruhku ke sini untuk menyampaikan sesuatu kepada kakak.”

“Adik Rama, Rama tidak pernah cerita kalau dia punya adik tapi sekarang Rama ad…” kataku terkejut yang kemudian dipotong oleh gadis itu.

“Kak Rama dan ayah baru mengangkatku seminggu yang lalu, mereka sering cerita tentang kakak. Sekarang kak Rama ada di suatu tempat, dia baik-baik aja, dia sangat merindukan kakak tapi dia melarangku memberitahukan keberadaanya karena saat ini dia mau sendiri. Maaf aku tidak bisa lama-lama sejam lagi kami dah mau berangkat”. Gadis itu kemudian memejamkan matanya dan berkata menirukan Rama.

Kak Rama bilang seperti ini…

Bintang aku sangat merindukanmu, aku sangat kesepian tanpamu. Ku kirimkan adikku untuk menyampaikan suatu hal yang sulit untuk ku ungkapkan dihadapanmu. Maaf aku harus pergi meninggalkanmu, pergi meninggalkan semua kenangan dan janjiku bersamamu. Aku harus mengikuti Ayahku yang ditugasin ke luar negeri, kamu tahukan harta satu-satunya Ayahku tinggal aku seorang dan adik angkatku ini jadi dia tidak menginginkanku tinggal sendiri di Indonesia. Sekali lagi aku minta maaf, semoga kamu dapat mengerti keadaanku. Namun satu hal yang harus kamu ketahui kamu adalah cintaku yang paling berharga, bersamamu adalah anugerah untukku. Jangan pernah menunggu kepulanganku karena aku tak mau kamu menyia-menyiakan dirimu hanya untuk menunnguku. Jadilah terus Bintang yang selama ini aku kenal, Bintang yang aku cintai. Walau kini aku jauh do’aku selalu menyertaimu.

“Itulah pesan kak Rama, aku permisi ya kak” kata gadis itu pergi padahal aku belum sempat menanyai namanya. Aku kini hanya terdiam terpaku, seakan-akan yang bicara tadi itu adalah Rama. Air mataku jatuh tak tertahankan. Tiba-tiba terdengar suara musik dari arah belakanku, ternyata dari tadi Mimi mendengar semuanya kemudian menghampiri dan langsung memelukku.

“Kenapa dia pergi? Kenapa dia pergi? Kenapa? Semangat hidupku telah pergi meninggalkanku Mim! RAMAAA!”. Itula hari terburuk yang pernah kualami.

Kau belahan jiwaku hampa hidupku jika kau pergi dariku…

Hooo… mengenang dirimu menyatu dalam darahku takkan pernah terhapus waktu

Hooo… hatiku bahagia saat kau ada di sisi tak ingin kau pergi lagi meninggalkan aku…

* * *

Awal masuk sekolah, aku masih diliputi kegundaan perihal kepergian Rama. Hati ini serasa tak merelakan kepergian Rama karena hati ini tak dapat teruraikan dan tak untuk teruraikan akhirnya aku berjanji dalam hati akan terus menunggunya sampai kapanpun.tidak ada satu orang pun yang dapat menggantikannya. Jadi aku mengubah imej diriku yang feminim menjadi tomboy. Semua sisi perempuanku ku kubur dalam-dalam. Baju-baju feminimku kuberikan semua kepada Mimi dan aku memekai baju kakak sepupu lelakiku, rambutku yang panjang lurus kupangkas seperti model laki-laki. Organisasi cheers kutinggalkan dan beralih ke basket dan footsal. Semua ini ku lakukan agar tidak ada seorang lelaki pun yang menyukaiku dan supaya tidak cinta yang tumbuh kepada seorang lelaki pun selain Rama,ku menyalahi kodratku sebagai perempuan dengan menjadi seorang lesbian.

Sore itu aku sedang berlatih basket dan kebetulan Mimi juga latihan cheers. Saat istirahat, Mimi menghampiriku sambil bernyanyi.

Mengapa cinta ini terlarang…

“Mimi, suaramu tambah bagus. Pa aku bilang dulu, latihan di lapangan aja” pujiku.

“Bintang, hidup kita masih panjang loh dan kita sebagai generasi muda perlu memanfaatkannya.”

Napa kamu Mim? Ganti cita-cita ya jadi penceramah” kataku dan tiba-tiba Mimi merebut bolaku secara paksa.

“Bintang napa kamu begini?” tanya Mimi emosi.

“Kamu napa Mim, itu terus pertanyaanya. Kamu tahukan jawabannya” jawabku yang juga mulai emosi.

“Iya, tapi…”. Aku lamgsung merebut bolaku lagi dan kumasukkan kedalam ring.

“Bintang, Rama itu nggak akan kembali lagi, dia sendiri yang bilang jangan menunggunya tapi kamu tetap aja menunggu, kamu…”

“Mimi!” bentakku.

“Apa! Aku ini sahabatmu. Aku peduli sama kamu. Aku nggak suka kamu begini. Aku rindu Bintang yang dulu, seperti kata Rama jadilah selalu Bintang yang ia kenal dan ini bukan dirimu” kata Mimi yang langsung meneteskan airmata..

“Aduh!” seru Mimi kesakitan karena bola yang aku lemparkan tepat di kepalanya. Aku perlahan menghampirinya dan memeluk erat Mimi.

“Mimi, aku ngerti apa yang kamu rasakan tapi dalam diri ini cuma punya satu hati yang hanya bisa terbagi empat. Sepotong untuk Allah SWT, sepotong untuk orangtuaku, sepotong untuk sahabatku dan sepotong lagi untuk Rama. Maaf karena aku tidak dapat menjadi yang kamu mau Mim, inilah jalan hidup yang aku pilih hingga Rama kembali karena aku yakin dia akan kembali kepadaku suatu saat, entah kapan itu”.

“Tapi dia…” kulepaskan pelukanku dan kuusap airmatanya.

“Akan kutunggu Mim, kan kutunggu…” kataku dan kemudian berlari sambil mendrible bola yang dengan cepatnya ku shut ke dalam ring. Tak sadar airmataku menetes jatuh ke tanah yang bercampur dengan keringat.

* * *