Senin, 20 Desember 2010

CERPEN

DIE LOVE

Cinta mati harus dijaga sampai mati, jangan sampai kelain hati, nanti jadinya patah hati, hati-hati menjaga hati, mata hati…

”Suaramu buruk amat Bintang!” ejek Mimi kepadaku tapi tak membuat mulutku berhenti bernyanyi.

“Mimi kamu tahu nggak tentang lagu ini?” tanyaku dengan teriak-teriak karena suara musik headset ditelingaku yang amat keras.

“Iyalah, lagu ini judulnya Cinta Mati 2, diciptain ma Ahmad Dhani dan dibawaain oleh Mulan Jameela featuring Mitah the Virgin” jawab Mimi sambil mempraktekkan gaya Mulan Jameela.

“Pintar juga kamu bisa tahu sebanyak itu!” pujiku sambil menunjuk-nunjuk kepala Mimi.

“Ahhh, jangan nunjuk-nunjuk kepalaku kanyak gitu donk nanti rambutku kusut lagi”.

“Ihhh… Mim by the way Mitha itu keren ya!”.

“Wah bukan keren lagi tapi kueren buanget” kata Mimi dengan menaikkan kedua jari jempolnya.

“Kalau aja dia cowok sudah aku pacarin dia” kataku sambil ngelamun.

“Hey jangan ngelmun yang nggak-anggak, Bintang” kata Mimi dengan mengguncang tubuhku begitu kuat.

“Aduh,, aduh,, udah Mim aku cuma ngelamunin pacar aku kok. Gila ya kamu, pusing tahu!” tegurku sambil mengusap-usap kepalaku.

“Ooo… Rama toh, he he he, aku kira...”

“Kamu pikir aku lesbi ya, nauzubillah.”

“Corry…” kata Mimi dengan tampang menyesal.

“Iya. Wah Mim tamannya dah mulai sepi nih, hari juga mulai gelap, kita pulang yuk!”Ajakku.

“Iya, badanmu juga dah terasa bau!”

“Ih badanmu tuh yang bau, belum mandi seharian, kalau aku sih haaarum.”

“Iya harum bagai semerbak bunga, tapi bungai bangkai” ejek Mimi yang langsung berlari sambil menutup hidungnya.

“Awas kamu ya Mim nggak akan aku kasih nyontek lagi.” Aku pun langsung mengejarnya dan pergi meninggalkan taman yang mulai sepi itu.

* * *

Pagi hari yang cerah, matahari terbit memberikan sinar ke seluruh pelosok Bumi.

“Ah kakak sok puitis, masih pagi nih” ejek salah satu adikku.

“Eh kamu itu masih kecil jadi nggak tahu makna penggalan syair ku tadi” sebelku. Aku pun keluar ke teras rumah, seperti biasa menunggu jemputan sang pujaan hatiku.

Lima menit menunggu, tiba-tiba terdengar bunyi klakson motor dan hati ini berkata itu adalah Rama. Mungkin aku ini ada darah peramal karena ternyata tebakanku benar 100%.

“Ma, aku berangkat!” teriakku sambil berlari keluar. Di depan rumah terlihat sang pujaan hati memakai jaket hitam pemberianku sedang menyapa Lisa, kucing adik perempuanku.

“Sudah siap?” tanya Rama padaku.

“Iya” jawabku. Dia pun memberikan helmnya padaku dan memberikan salam perpisahan kepada Lisa. Kami pun berangkat ke sekolah bersama-sama seperti biasanya.

Aku dan Rama adalah sepasang kekasih. Kami berpacaran sejak awal masuk SMA. Sekarang kami sudah jalan bersama kurang lebih setahun dan alhamdulillah selama itu kami belum pernah mengalami yang namanya putus nyambung, langgeng terussss. Itulah sebabnya banyak yang iri ngelihat hubungan kami.

Tingggg…

Bel tanda masuk berbunyi. Aku dan Rama berlari bersama menuju kelas. Untung saja Ibu Selvi telat masuk mengajar jadi kami tidak kena hukuman.

Hari Rabu pagi yang membosankan di kelas X.G karena guru yang ngajar sudah suaranya kecil, ngejelasin pelajarannya juga nggak jelas kanyak mendongeng gitu jadi aku dan teman-teman yang lain biasanya tidur di dalam kelas deh. Namun, entah mengapa hari itu Rama berkelakuan aneh, biasanya dia main game atau baca komik tapi kali ini dia memperhatikan semua penjelasan Ibu Selvi dengan seksama. Tiba-tiba ada yang menyebut namanya.

“Rama Prasetya Hasim, silahkan naik ke depan kelas” panggil Ibu Selvi dengan suara yang amat pelan.

“Iya Bu!” sahut Rama. Semua orang bertampang heran plus bingung, orang yang selalu menolak untuk naik ke depan kelas malah dengan sukarela naik begitu saja tanpa berkomentar. Hatiku bertanya-tanya dalam Mengapa Rama dipanggil ke depan kelas?. Saat semua suara bisik hilang di tengah ketenangan teman-teman, Rama mulai mengeluarkan suaranya.

“Aku harap teman-teman dapat mendengarkan setiap kata yang akan ku ucapkan” katanya dan sepintas tersenyum manis padaku. Aku pun membalas senyumannya.

“Anak-anak temanmu ini akan mencitrakan hal-hal yang ia senangi” kata Ibu Selvi dengan suara dan cara bicaranya yang khas. Saat itu seakan berbeda dari hari-hari sebelumnya, semua orang tenang bukan karena sedang tidur tapi tenang karena ingin mendengarkan Rama.

“Hal yang aku senangi… Saat-saat bersama dia. Saat berada dekatnya, saat menatap matanya, saat bercanda gurau denganya. Detik-detik bersama dia yang aku senangi. Dia itu bukanlah bidadari dari langit, bukan seorang putri Raja, bukan pula putri seorang Presiden dan juga bukan seorang gadis SAMPUL apalagi seorang Miss Universe. Dia hanyalah seorang perempuan pada umumnya, biasa-biasa saja tapi entah mengapa hati ini selalu merasa tenang, damai dan bahagia bersamanya dibandingkan dengan perempuan lainnya. Mungkin karena dia mempunyai suatu hal dalam dirinya yang membuatnya beda dengan perempuan-perempuan lain di mataku. Setelah lama aku bersamanya aku tahu hal yang tersembunyi dalam dirinya, yaitu Cinta. Yeah, cintnyalah yang aku senangi, cinta yang suci yang akan selalu aku jaga dan ku lindungi berserta pemilik cinta tersebut. Dan perempuan itu adalah Bintang Anugerah. Seperti namanya, dia adalah anugerah dari Tuhan sebuah Bintang yang terang yang akan selalu memberikan cahaya ketenangan” Jelas Rama.

Semua orang meneriakiku dan Rama, wajahku kini berubah merah seperti tomat buah karena malu yang bercampur senang. Bahkan saking kegirangannya air mataku serasa ingin keluar. Rama pun mendekatiku dan berbisik Gimana aku berani kan? dan kemudian kembali ke tempat duduknya. Itulah saat dimana pelajaran Bahasa Indonesia menjadi menarik untuk kelas X.G.

“Hey Mimi mau kemana?” tanyaku kepada Mimi.

“Dah istirahat Nyonya Rama!” jawabnya ngeledek.

“Ha ha ha, belum bunyi bel kali Neng!”.

Nyonya Rama, kan ada yang dibilang lagi mati lampu jadi belnya nggak ngeluarin suara and lihat jam juga donk dah jam berapa ini?” kata Mimi tambah meledek.

“Oh iya ya, pantesan anak-anak di luar dah berkeliaran, Rama yuk ke kantin!”.

“Yei, malah ngajak Rama aku kek yang dekat-dekat.”

“Aku kan cewek masa ngajak cewek, wueeek!” ejekku dengan menjulurkan lidah keluar.

Aku dan Rama ke kantin bersama-sama diikuti Mimi dari belakang dengan wajah cemberutnya. Di sana aku mengungkapkan segala persaanku setelah pengungkapan Rama yang mendadak itu di depan teman-teman.

“Rama, sungguh aku tidak percaya ini nyata kamu mengungkapkan apa yang kamu rasakan saat bersamaku. Dan jujur aku tidak pernah dipuji seperti itu dan kamu yang pertama yang melakukannya.”

“Bintang, kalau boleh jujur aku juga baru pertama kali seperti ini, entah mengapa kebernian itu muncul secara tiba-tiba setelah wajahmu tebanyang di benakku dan ini bukan gombalan belaka, sejak bersamamu aku mendapatkan semangat baru” kata Rama seraya menggenggam tanganku. Dug… dug… dug… suara jantungku berdegup kencang ketika dia mulai meremas tanganku.

Saat bersamamu kasih ku merasa bahagia dalam hidupku…

“Mimi ganggu ah, kalau kamu cita-citanya mau jadi radio berjalan jangan di sini donk latihannya sana di lapangan Basket!” kesalku kepada Mimi yang telah mengganggu ketenanganku bersama Rama.

“Yei yang lagi berbunga-bunga dah nggak mau digangguin!” katanya seraya memukul kepalaku.

“Aduh, MIMIII!”. Ku kejar Mimi dengan wajah kesal tapi hati tetap senang karena Rama. Sejak itu aku merasa sulit untuk pisah dengan Rama. Cinta yang baru tumbuh ini seakan tak dapat teruraikan lagi.

Sepulang sekolah aku dan Rama pergi jalan-jalan ke tempat biasa kami menghabiskan waktu siang. Tempat itu rindang dan penuh dengan anak-anak.

“Wah tiap hari makin ramai aja taman ini!” kata Rama sembari memberikan permen kepada salah satu anak laki-laki.

“Di sini aja kita duduk! Wah sejuk ya,pasti bisa sampai sore nih.” Di sana separuh waktu kami dihabiskan bermain bersama anak-anak. Rama itu orangnya ramah dan penyayang kepada siapapun tapi tetep rasa sayangnya tak melebih rasa sayang dan cintanya padaku, jadi semua orang bahkan binatang senang kepadanya. Aku juga ikut-ikutan deh menjadi seperti dia padahal aku paling nggak suka yang namanya anak-anak dan binatang, ngeselin soalnya.

“Kamu dah capek?” tanya Rama padaku. Aku hanya mengangguk, nafasku tidak dapat kukontrol setelah berlari 5 kali mengelilingi lapangan yang panjangnya mencapai 100 meter. Rama pun menggiringku ke bawah pohon besar yang rindang.

“Bintang main sama anak-anak itu mengasyik kan ya?” tanyanya lagi padaku. Aku hanya tersenyum karena sebenarnya aku tidak sepaham dengannya. Apa enaknya, ngehabisin tenaga aja, bisikku dalam hati.

Setelah nafasku dapat kuatur kembali, Rama memberiku sebotol air minum.

“Kehausan ya!” kata Rama yang tersenyum melihatku.

“Iyalah!” Setelah aku minum, aku mulai berbincang-bincang dengan Rama.

“Kamu tahu nggak, aku itu pernah ngeliat catatan Ibu Selvi jadi aku tahu hari ini Ibu mau bawain apa. So, aku dah persiapin semuanya dari awal” kata Rama.

“Iii, Rama!” sebelku sambil mencubit-cubit Rama. Kemudian aku mengganti topik pembicaraan.

“Rama, sudah mau Semester Genap nih, nggak terasa kita hampir duduk di kelas XI, aku berharap kita bisa sekelas lagi.” kataku sambil megambil sesuatu dalam ransel.

“Oh iya lusa kita dah ulangan, wah kanyaknya sebentar kita nggak malam mingguan dulu ya karena aku mau belajar, nyediain persiapan gitu” lanjutku setelah membaca buku catatan pribadiku.

“Nggak apa-apa kok aku juga mau belajar sebentar, kan kamu mau kita sekelas jadi aku harus bisa sepintar kamu” kata Rama dengan lembut.

“Ramaaa, kamu jangan maksaain untuk jadi kanyak aku” kataku manja.

Napa tidak, kamu aja bisa menjadi kanyak aku, kok aku nggak bisa.” Kok tau ya! Kataku dalam hati.

“Ramaaa.”

“Bintang aku nggak mau kalau apa yang kamu harapkan tidak dapat kamu capai jadi sebagai orang yang sayang sama kamu aku akan memenuhinya, aku janji.” Aku tidak dapat berkata lagi, kata-kata Rama membuat mulutku terbungkam. Seketika itu aku merasa menjadi perempuan teberuntung yang telah mendapatkan Rama.

Tanpa terasa arloji Rama telah menunjukkan pukul 17.00. Kami pun pulang bersama-sama dengan digiring oleh sekelompok anak-anak, Rama tampak sangat senang melihat senyum anak-anak tersebut.

Di depan rumah Mimi telihat Mamaku dan Mama Mimi sedang berkumpul dengan teman-teman gosipnya. Pasti lagi nyela orang, bisikku kepada Rama.

“Rama makasih ya untuk hari ini karena kamu telah membuatku menjadi perempuan terbahagia di dunia ini” kataku senang.

“Iya, itu kan semua tugas aku untuk ngebahagiain orang yang aku sayang.”

“Ah hari ini kamu banyak gombal” kataku malu sambil memberikan helm Rama. Dia hanya tersenyum simpul padaku.

“Kalau gitu aku masuk dulu ya soalnya mau mandi nih, badan dah bau keringat.”

“Iya, aku pulang dulu ya salam buat adik-adikmu dan Lisa.” Rama pun menggas motornya lalu pergi.

“Tante pulang dulu” pamitnya kepada Mamaku yang dibarengi suara klakson motornya. Itulah kekasihku, bisikku bangga. Di sana telihat Mamaku and friends melanjutkan gossipnya, dasar ibu-ibu.

* * *

Mengapa cinta ini terlarang saat ku yakin ini kaulah milikku

“Siapa sih yang sudah ganti nada SMSku” kataku jengkel. Setelah SMSnya terbuka ternytata dari Rama.

Bintang, sebelumnya aku minta maaf kalau seandainya selama seminggu kita sulit untuk bertemu dan saling kontek-kontekkan. moga kamu bisa mengerti keaadaanku…

Jari-jari ini dengan lincahnya menari untuk membalas SMS sang pujaan hati.

Iya aku mengerti kok …(^_^)

Setelah membalas SMS, aku jadi senyum-senyum sendiri kanyak orang gila gitu karena aku yakin saat ini Rama ingin belajar sangguh-sungguh untuk aku.

* * *

Seminngu berlalu dan ulangan pun terlewati. Hati ini sudah rindu sekali melihat sang pujaan hati namun, ketika aku tak menemukannya. Aku SMS nggak dibalas-balas, ditelponin handphonenya nggak aktif terus, kutanyain ke teman-temanya nggak ada yang tahu, kudatangin di rumahnya selalu nggak ada. Aku kini mulai merasa kesepian, ketidakhadirannya membuatku hampa dan mulai cemas hanya Mimi yang selalu menyemangatiku.

Hari penerimaan raporpun tiba, hati ini masih menyimpan harapan untuk bertemu dengan Rama. Aku ingin sekali memperlihatkan nilai gemilangku kepadanya tapi dia tak terlihat. Tiba-tiba ada seorang anak gadis yang menghampiriku.

“Maaf, kakak yang namanya Bintang ya?” tanya gadis itu.

“Iya” jawabku heran. Kemudian gadis itu membawaku ke bawah pohon terindang di sekolah.

“Kak, aku adalah adik angkat kak Rama. Dia menyuruhku ke sini untuk menyampaikan sesuatu kepada kakak.”

“Adik Rama, Rama tidak pernah cerita kalau dia punya adik tapi sekarang Rama ad…” kataku terkejut yang kemudian dipotong oleh gadis itu.

“Kak Rama dan ayah baru mengangkatku seminggu yang lalu, mereka sering cerita tentang kakak. Sekarang kak Rama ada di suatu tempat, dia baik-baik aja, dia sangat merindukan kakak tapi dia melarangku memberitahukan keberadaanya karena saat ini dia mau sendiri. Maaf aku tidak bisa lama-lama sejam lagi kami dah mau berangkat”. Gadis itu kemudian memejamkan matanya dan berkata menirukan Rama.

Kak Rama bilang seperti ini…

Bintang aku sangat merindukanmu, aku sangat kesepian tanpamu. Ku kirimkan adikku untuk menyampaikan suatu hal yang sulit untuk ku ungkapkan dihadapanmu. Maaf aku harus pergi meninggalkanmu, pergi meninggalkan semua kenangan dan janjiku bersamamu. Aku harus mengikuti Ayahku yang ditugasin ke luar negeri, kamu tahukan harta satu-satunya Ayahku tinggal aku seorang dan adik angkatku ini jadi dia tidak menginginkanku tinggal sendiri di Indonesia. Sekali lagi aku minta maaf, semoga kamu dapat mengerti keadaanku. Namun satu hal yang harus kamu ketahui kamu adalah cintaku yang paling berharga, bersamamu adalah anugerah untukku. Jangan pernah menunggu kepulanganku karena aku tak mau kamu menyia-menyiakan dirimu hanya untuk menunnguku. Jadilah terus Bintang yang selama ini aku kenal, Bintang yang aku cintai. Walau kini aku jauh do’aku selalu menyertaimu.

“Itulah pesan kak Rama, aku permisi ya kak” kata gadis itu pergi padahal aku belum sempat menanyai namanya. Aku kini hanya terdiam terpaku, seakan-akan yang bicara tadi itu adalah Rama. Air mataku jatuh tak tertahankan. Tiba-tiba terdengar suara musik dari arah belakanku, ternyata dari tadi Mimi mendengar semuanya kemudian menghampiri dan langsung memelukku.

“Kenapa dia pergi? Kenapa dia pergi? Kenapa? Semangat hidupku telah pergi meninggalkanku Mim! RAMAAA!”. Itula hari terburuk yang pernah kualami.

Kau belahan jiwaku hampa hidupku jika kau pergi dariku…

Hooo… mengenang dirimu menyatu dalam darahku takkan pernah terhapus waktu

Hooo… hatiku bahagia saat kau ada di sisi tak ingin kau pergi lagi meninggalkan aku…

* * *

Awal masuk sekolah, aku masih diliputi kegundaan perihal kepergian Rama. Hati ini serasa tak merelakan kepergian Rama karena hati ini tak dapat teruraikan dan tak untuk teruraikan akhirnya aku berjanji dalam hati akan terus menunggunya sampai kapanpun.tidak ada satu orang pun yang dapat menggantikannya. Jadi aku mengubah imej diriku yang feminim menjadi tomboy. Semua sisi perempuanku ku kubur dalam-dalam. Baju-baju feminimku kuberikan semua kepada Mimi dan aku memekai baju kakak sepupu lelakiku, rambutku yang panjang lurus kupangkas seperti model laki-laki. Organisasi cheers kutinggalkan dan beralih ke basket dan footsal. Semua ini ku lakukan agar tidak ada seorang lelaki pun yang menyukaiku dan supaya tidak cinta yang tumbuh kepada seorang lelaki pun selain Rama,ku menyalahi kodratku sebagai perempuan dengan menjadi seorang lesbian.

Sore itu aku sedang berlatih basket dan kebetulan Mimi juga latihan cheers. Saat istirahat, Mimi menghampiriku sambil bernyanyi.

Mengapa cinta ini terlarang…

“Mimi, suaramu tambah bagus. Pa aku bilang dulu, latihan di lapangan aja” pujiku.

“Bintang, hidup kita masih panjang loh dan kita sebagai generasi muda perlu memanfaatkannya.”

Napa kamu Mim? Ganti cita-cita ya jadi penceramah” kataku dan tiba-tiba Mimi merebut bolaku secara paksa.

“Bintang napa kamu begini?” tanya Mimi emosi.

“Kamu napa Mim, itu terus pertanyaanya. Kamu tahukan jawabannya” jawabku yang juga mulai emosi.

“Iya, tapi…”. Aku lamgsung merebut bolaku lagi dan kumasukkan kedalam ring.

“Bintang, Rama itu nggak akan kembali lagi, dia sendiri yang bilang jangan menunggunya tapi kamu tetap aja menunggu, kamu…”

“Mimi!” bentakku.

“Apa! Aku ini sahabatmu. Aku peduli sama kamu. Aku nggak suka kamu begini. Aku rindu Bintang yang dulu, seperti kata Rama jadilah selalu Bintang yang ia kenal dan ini bukan dirimu” kata Mimi yang langsung meneteskan airmata..

“Aduh!” seru Mimi kesakitan karena bola yang aku lemparkan tepat di kepalanya. Aku perlahan menghampirinya dan memeluk erat Mimi.

“Mimi, aku ngerti apa yang kamu rasakan tapi dalam diri ini cuma punya satu hati yang hanya bisa terbagi empat. Sepotong untuk Allah SWT, sepotong untuk orangtuaku, sepotong untuk sahabatku dan sepotong lagi untuk Rama. Maaf karena aku tidak dapat menjadi yang kamu mau Mim, inilah jalan hidup yang aku pilih hingga Rama kembali karena aku yakin dia akan kembali kepadaku suatu saat, entah kapan itu”.

“Tapi dia…” kulepaskan pelukanku dan kuusap airmatanya.

“Akan kutunggu Mim, kan kutunggu…” kataku dan kemudian berlari sambil mendrible bola yang dengan cepatnya ku shut ke dalam ring. Tak sadar airmataku menetes jatuh ke tanah yang bercampur dengan keringat.

* * *

Tidak ada komentar:

Posting Komentar