Kejujuran Di Detik-Detik Terakhir
Hmhmhm.. ini sebenarnya adalah kisah yang memalukan utamanya di kalangan pelajar. MENYONTEK sudah menjadi tradisi bagi sebagian pelajar tapi dalam kamusku, tradisi menyontek di kalangan pelajar itu meski dan kudu dimusnain karena bukan perbuatan yang terpuji dan sangat dibenci oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Setiap ulangan, 85% perlajar pasti menyelesaiakanya dengan menyontek. Aku juga masuk dalam kategori 85% pelajar itu “hehe”. Bukannya membela diri tapi hanya beberapa bidang studi yang rutin ku nyontek Cuma 2 atau 3 nomor dan untuk bidang studi yang laen hanya 1 atau 2 nomor saja.
Namun, lambat laun aku mulai menghilangkan kebiasaan burukku itu dan Alhamdulillah ternyata tanpa menyontek aku bisa masuk 10 besar di kelas unggulan.
Seiring berjalannya waktu akupun mengalami kemunduran iman.
Di akhir semester ini. Ujian penaikan kelas, imanku mulai goyah. Terlalu banyak penyimpangan yang terjadi di ruang ujianku. Hati ini merasa ketidakadilan, ketidakjujuran, ketidakcoolan dan ketidaksemuanya deh berjaya saat itu. Dan yang paling menambah kekesalanku yang melakukan penyimpangan itu sebagian besarnya adalah orang-orang yang ada diatas peringkatku.
Kemudian terlintas di benakku. . .
“Kenapa Allah memberi peringkat kepada orang-orang seperti mereka?”
“Kenapa Allah tidak mengetuk hati pengawasku untuk menghukum mereka?”
“Kenapa Allah memudahkan kedzaliman mereka?”
Kenapa? Kenapa?
Beberapa factor itulah akhirnya aku ikut dengan mereka. Yaaa ikut MENYONTEK. Aku yang sudah terlatih dari dulu walaupun sudah vakum setahun terakhir ini masih lincah seperti biasanya.
Menyontek dengan temanku, menyontek melalui catatan di hp, menyontek melalu SMSan dengan teman di lain ruangan, menyontek melalui buku dan cara-cara menyontek kreatif lainnya.
Di hari kelima ujian, aku merenungkan diriku. Tiba-tibaaku merasa badmood dan selalu merasa kesal dengan semua orang. Mungkin itu imbas karena aku mengikuti ajaran setan kali.
Di rumah aku memikirkan murobbiyahku. Begitu bersemangat dan tak henti-hentinya dia mengajari dan mengingatkan kami agar tidak menyontek saat ujian tapi realitanya, kami menyontek dengan senang hati tanpa meikirkan konsekuensinya kelak, tanpa memikirkan perasaan murobbiyah kami saat dia tahu hal ini. Kata-katanya pun terlintas di benakku.
“Kelak Allah akan meminta pertanggungjawaban semua yang kita lakukan di dunia. Allah tidak akan menanyakan peringkat atau nilai yang kita peroleh saat ujian, tapi Allah meminta penjelasan mengenai prosesnya, proses penyelesaian ujiannya!”.
Mengingat hal itu akupun malu kepada Allah, murobbiyahku, orangtuaku, guruku dan pastinya diriku sendiri.
Setelah shalat Magrib, aku berargumen dengan Allah sekitar 3 menit. Potongan kalimatku berbunyi,,
“Ya Allah, aku hambaMu yang sangat berlumuran dosa, ku telah melakukan dosa besar, aku takut Engkau murka padaku dan memberiku azab atas perbuatanku. Aku takut yaa Allah . .”.
Akupun berjanji kepada Allah dan diriku sendiri tidak akan menyontek besok. Mungkin ini sudah sangat terlambat tapi lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.
Akupun belajar sungguh-sungguh walupun harus melewatkan Open Ceremony FIFA WORLD CUP 2010 yang berlangsung meriah malam itu. Ku tekadkan diriku untuk mengunci mati seluruh sel, jaringan, organ dan otot-otot tubuhku agar tidak tergoda untuk melanggar janji.
Keesokan harinya, hari terakhir ujian dengan bidang studi KIMIA “Ahhg, I don’t Like” dan PKn” aaa, banyaknya yang mau di hapal”. Mungkin kedua bidang studi ini memiliki kegansannya tersendiri tapi aku harus dan wajib menepati janjiku.
Dengan khusyuknya aku mengerjakan keduanya walupun terkandas beberapa nomor yang memintaku harus mengarang bebas tapi itu lebih baik daripada memilih untuk menyontek.
Hahaha… akhirnya aku selesai ujian juga. Memang sih ini sudah sangat-sangat terlambat untuk menyadari keslahanku tapi kata murobbiyahku, tidak ada kata terlambat untuk bertobat. Terserah nanti aku dapat peringkat atau nilai berapa yang terpenting dan paling utama adalah prosesnya..
Yupz..prosesnya! Proses yang akan dipertanggungjawabkan kelak.
Syukron Allah, Syukron Murobbiyahku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar