Kamis, 22 November 2012

wewenang


Wewenang
Wewenang adalah kekuasaan, namun kekuasaan tidak selalu berupa kewenangan, kedua bentuk ini dibedakan dalam bentuk keabsahannya. Kewenangan merupakan kekuasaan yang memiliki keabsahan (legitimate power), sedangkan kekuasaan tidak selalu memiliki keabsahan. Apabila kekuasaan politik dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik, maka kewenangan merupakan hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik. Dalam hal ini, hak moral yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma masyarakat, termasuk peraturan perundang-undangan.
Wewenang merupakan hak berkuasa yang ditetapkan dalam struktur organisasi sosial, guna kebijakan yang diperlukan. Dalam hal ini, menurut Max Weber wewenang dibagi menjadi tiga macam;
a.       Wewenang kharismatis, merupakan wewenang yang dimiliki oleh seseorang karena kharisma kepribadiaanya. Wewenang kharismatis dapat berkurang atau hilang jika yang bersangkutan melakukan kesalahan fatal. Juga hilang pandangan atau faham warga masyarakat itu berubah.
b.      Wewenang tradisional, merupakan wewenang yang bersumber dari tradisi masyarakatnya yang berbentuk kerajaan. Wewenang itu melembaga dan dinyakini memberi manfaat ketentraman bagi warga.
c.       Wewenang rasional/legal, merupakan wewenang yang berlandaskan sistem yang berlaku. Dalam masyarakat demokratis kedudukan wewenang berupa sistem birokrasi dan ditetapkan jangka waktu  terbatas (periode). Gunanya untuk mencegah peluang  yang berkuasa menyalahgunakan kekuasaannya, sekaligus menjamin kepentingan masyarakat atas kewenangan legal tersebut.
Ketiga macam wewenang tersebut ada dalam masyarakat, namun dalam masyarakat demokratis selalu lebih menonjol wewenang legal/rasional. Sebaliknya di daerah pendalaman sering lebih dominan yang kharismatis, terutama dalam masa proses perubahan sosial.
Untuk menjamin pelaksanaan wewenang diperlukan sistem penghubung antara pemimpin dengan warga yang dipimpinnya. Alat penghubung yang teratur  itu disebut birokrasi, yakni organisasi yang bersifat hierarchis (bertingkah-tingkah) secara rasional.
Tujuan birokrasi agar pelaksanaan kekuasaan secara administrasi menjadi lancar sesuai dengan kehendak pemimpin atau warga masyarakat, namun ada juga pemegang wewenang tertentu yang memanfaatkan peranan kekuasaannya demi keuntungan pribadi sehingga dirasakan menghambat dan merugikan masyarakat. Dalam hal ini perlu adanya ketentuan resmi yang tentang kewenangan menurut hukum dan administrasi secara terbuka/transparan agar setiap orang dapat mengontrol segi pelaksanaanya.
Pembagian kekuasaan yang hierarchi adalah urutan vertikal dari kepala, wakil, seketaris, pembuatan utama dan seterusnya sampai ke pegawai terendah. Hal itu merupakan saluran perintah dari atas ke bawah sekaligus membawa keinginan dan inspirasi dari bawah ke atas. Disamping peraturan formal harus ada disiplin yang menjamin ketaatan yang berorientasi pada misi organisasi. Inilah yang menjamin birokrasi tidak boleh menyimpang dari dasar/azas kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Ciri-ciri birokrasi dan cara terlaksananya adalah sebagai berikut:
1.      Adanya ketentuan yang tegas dan resmi mengenai kewenangan yang didasarkan kepada peraturan umum, yaitu ketentuan hukum dan administrasi.
2.      Prinsip pertingkatan (hierarchy) dan derajat wewenang merupakan sistem yang tegas perihal hubungan atasan dengan bawahan (super and subordination) dimana tedapat pengawasaan terhadap bawahan oleh atasannya.
3.      Ketatalaksanaan suatu birokrasi yang modern didasarkan pada dokumen-dokumen tertulis (files) yang disusun dan dipelihara aslinya atau salinannya.
4.      Pelaksanaan birokrasi dalam bidang tertentu memerlukan latihan dan keahlian yang khusus dari para petugas.
5.      Bila birokrasi telah berkembang dengan penuh, maka kegiatan-kegiatannya meminta kemampuan bekerja yang maksimal dari pelaksana-pelaksananya.
Oleh sebab itu birokrasi paling sedikit mencakup lima unsur, yaitu: organisasi, penegrahan tenaga, sifatnya teratur, bersifat terus-menerus dan mencapai tujuan. Sosiologi menyoroti birokrasi sebagai pengertian yang netral, terlepas dari akibat-akibat buruk yang menyebabkan bahwa birokrasi tersebut menyimpang dari tujuannya semula, yaitu melancarkan pemerintah.
Sumber :
Syarbaini, Syahrial & Rusdiyanta. (2009). Dasar-Dasar Sosiologi. Yogyakarta: Graha Ilmu      


sasaran ilmu politik


Sasaran dan Pusat Perhatian Ilmu Politik
Dalam dunia keilmuan telah diterima bahwa sesuatu ilmu selalu membahas suatu sasaran tertentu. Sasaran itu bisa berupa benda mati dalam alam semesta ini seperti misalnya batu atau berupa sesuatu gejala dalam masyarakat. Ilmu politik harus memiliki sasaran tertentu pula, seperti sebagai berikut.
  1. Negara (state)
            Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang mempunyai kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya. Menurut Roger F. Soltau, “Ilmu Politik adalah mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu, hubungan antara negara dan warga negaranya serta dengan negara-negara lain.”
  1. kekuasaan (power)
            Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau suatu kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau sekelompok lain sesuai dengan keinginan dari pelaku. Harold D. Lasswell dan A. Kaplan, “Ilmu politik adalah mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan.”
  1. Pengambilan keputusan (dicision making)
Pengambilan keputusan adalah membuat pilihan diantara beberapa alternative sedangkan istilah pngambilan keputusan menunjukkan pada proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai.
4.      kebijaksanaan (policy, beleid)
Kebijaksanaan adalah kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang pelaku atau kelompok politik dalam usaha memilih tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan-tujuan itu. Menurut Haoogerwerf, kebijaksanaan umum adalah membangun masyarakat secara terarah melalui pemakaian kekuasaan.
  1. pembagian (distribution) atau alokasi (allocation)
            Pembagian adalah pembangian atau penjatahan dari nilai-nilai dalam masyarakat.
Berdasarkan defenisi beberapa para ahli di atas, secara umum Ilmu politik memiliki kajian yang lebih luas. Dimulai bagaimana kelompok mengorganisir diri dan membentuk sebuah negara, bagaimana masyarakat mendapatkan kekuasaan, merumuskan kebijakan politik, hubungan antara lembaga-lembaga kekuasaan. Jadi ilmu politik adalah  yang mempelajari  Negara (mulai dari proses pembentukannya), hubungan lembaga-lembaga negara dalam menjalankan kekuasaanya serta bagaimana suatu kebijakan publik diputuskan”.  
Dalam ilmu pengetahuan pusat perhatiannya terdapat pada objek formal  yang menentukan  macam ilmu tersebut yang jika mempunyai objek material yang sama. Memperhatikan berbagai kemungkinan sasaran dan pusat perhatian ilmu politik yang dikemukakan oleh para ahli maka dapatlah dirumuskan bahwa Ilmu Politik adalah sekelompok pengetahuan yang teratur yang membahas gejala-gejala dalam kehidupan masyarakat dengan memusatkan perhatian pada perjuangan manusia mencari atau mempertahankan kekuasaan guna mencapai apa yang diinginkannya. Dengan demikian, maka objek formal ilmu politik adalah kekuasaan. Ilmu politik mempelajari hal ihwal yang berkaitan dengan kekuasaan dalam masyarakat, yakni sifat, hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil kekuasaan.

ruang lingkup ilmu politik


Ruang Lingkup Ilmu Politik

Dengan berkembangnya ilmu politik menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,  beberapa  sarjana ilmu  politik  berusaha  mencoba   mengungkapkan   bidang garapan atau ruang lingkup ilmu politik.  Salah  satu  di antaranya: Conley H. Dillon seperti  dikutip  oleh  Teuku May Rudy, (1993:18) dalam bukunya “Pengatar Ilmu  Politik, Wawasan Pemikiran dan  Kegunaan” mengungkapkan   sembilan bidang garapan ilmu politik yaitu:
1.         Teori Politik
2.         Partai-partai politik
3.         Administrasi negara
4.         Hukum Internasional dan Politik Internasional
5.         Organisasi Internasional
6.         Pendapat umum dan Propaganda
7.         Perbandingan Politik
8.         Pemerintah Pusat dan Daerah
9.         Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional.
Sedangkan menurut pendapat Carlton  Clymer  Rodee, dkk. (1988:11-22) mengungkapkan bahwa kajian ilmu politik meliputi:
1.         Filsafat Politik
2.         Peradilan dan Proses Hukum
3.         Proses Eksekutif
4.         Organisasi dan Tingkah Laku Administrasi
5.         Politik Legislatif
6.         Partai Politik dan kelompok kepentingan
7.         Pemungutan suara dan pendapat umum
8.         Sosialisasi politik dan kebudayaan politik
9.         Perbandingan politik
10.       Pembangunan politik
11.       Politik dan organisasi internasional
12.       Teori dan Metodelogi Ilmu politik
Defenisi ilmu politik berbeda-beda karena kajian ilmu politik sangat luas sehingga dalam pendefenisiannya pun masing-masing melihat dari sudut pandang berbeda. Namun, ilmu politik kajiannya begitu luas sehingga beragam pendapat tentang bidang telaahan ilmu politik. UNESCO merumuskan ke dalam 4 (empat) bidang utama dengan 15  (limabelas) , yaitu :
I.                   Teori Politik
1.      Teori-teori Politik
2.      Sejarah Pemikiran Politik
II.                Lembaga-lembaga Politik
1.      Undang-undang Dasar
2.      Pemerintahan Nasional
3.      Pemerintahan Daerah
4.      Administrasi Negara
5.      Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Ekonomi oleh Pemerintah
6.      Perbandingan Pemerintahan dan Lembaga-lembaga Politik
III.             Partai Politik dan Pendapat Umum
1.      Partai-partai  Politik
2.      Kelompok Kepentingan dan Kelompok Pendesak
3.      Partisipasi Warga Negara dalam Pelaksanaan Pemerintahan
4.      Pendapat Umum (Opini Publik)
IV.             Hubungan Internasional
1.      Politik Internasional
2.      Administrasi dan Organisasi Internasional
3.      Hukum Internasional
Dari pendapat beberapa  sarjana  politik  di  atas terlihat  bahwa  ruang  lingkup ilmu  politik   meliputi bidang-bidang yang  sangat  luas.  Namun  demikian,  pada intinya ilmu politik dapat meliputi:
1.      Filsafat dan teori politik.
Filsafat politik mencari penjelasan yang berdasarkan ratio. Ia melihat jelas adanya hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta seperti metafisika dan epistemology harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami seahri-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf Yunani Plato, keadilan merupakan hakikat dari alam semesta yang sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai “kehidupan yang baik” (good life) yang dicita-citakan olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya John Locke. Filsafat politik erat hubungannya dengan etika dan filsafat sosial.
Teori-teori politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai metafisika dan epistemology, tetapi berdasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk merealisasikan norma-norma dalam suatu program politik. Teori-teori semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam arti bahwa ia langsung menetrapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam abad ke 19 teori-teori politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang diperjuangkan terhadap kekuasaan negara dan mengenai sistem hukum dan sistem politik yang sesuai dalam pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang sudah lazim pada masa itu mengenai adanya hukum alam (natual law), tetapi tidak lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.

2.      Struktur dan lembaga-lembaga politik.
Lembaga-lembaga politik merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga
politik khususnya peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif,
partai politik dan sistem pemilihan, yang mula-mula mendorong pembentukan
formal jurusan-jurusan ilmu politik di banyak niversitas pada akhir abad ke-19
(Miller, 2003: 790). Sebagian besar mereka tertarik pada penelusuran asal-usul
dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan memberikan deskripsi-deskripsi
fenomenologis; memetakan konsekuensi-konsekuensi formal dan prosedural dari
institusi-institusi politik.
Banyak para ahli politik kontemporer yang menghabiskan waktunya untuk
memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan tentang asal-usul,
perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik, seperti
aturan-pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi pemerintahan yang
semu. Namun sebagian lagi mereka kurang toleran dan mengklaim bahwa mereka
terlibat dalam deskripsi-deskripsi tebal hanya karena mereka memang ilmuwan
politik yang handal, bukan yang kebanyakan ada.

3.      Partai politik dan organisasi masyarakat.
Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, banyak memakai konsep-konsep sosiologis dan psikologis dan sering disebut political dymanics oleh karena sangat menonjolkan aspek-aspek dinamis dari proses-proses politik. Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada umumnya dianggap sebagai manisfetasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai.
Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai itu, partai politik merupakan alat yang baik.
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini untuk memperoleh kekuasaan politik  dan merebut kedudukan politik –(biasanya) denagn cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

4.      Partisipasi warga negara.
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan tak langsung – dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan –kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dalam pemilihan umum; menjadi anggota golongan politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan; duduk dalam lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu; berkampanye dan menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya. (Kebalikan dari partisipasi adalah apati. Seseorang dinamakan apatis (secara politik) jika tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas.
Partai politik berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau istilah yang lebih banyak dipakai dewasa ini, kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini bertujuan memperjuangkan suatu “kepentingan“ dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan-keputusan yang menguntungkan atau menghindari keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, yang –karena mewakili pelbagai golongan- lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Pun organisasi kelompok kepentingan lebih kendor dibanding partai politik.
Kelompok – kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam hal struktur, gaya, sumber pembiayaan, dan basis dukungannya; dan perbedaan-perbedaan ini sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan sosial suatu bangsa. Walaupun kelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir berdasarkan keanggotaan, kesukuan, ras, etnis, agama atau pun berdasar isue-isue kebijaksanaan, kelompok-kelompok kepentingan yang paling kuat, paling besar, dan secara finansial paling mampu adalah kelompok yang berdasar pada bidang pekerjaan atau profesi, terutama karena kehidupan sehari-hari dan karier seseoranglah yang paling cepat dan paling langsung dipengaruhi oleh kebijaksanaan atau tindakan pemerintah. Kerana itu sebagian besar negara memiliki serikat buruh, himpunan pengusaha, kelompok petani dan persatuan-persatuan dokter, advokat, insinyur dan guru.

5.      Hukum dan lembaga-lembaga internasional.
Hubungan internasional; sebetulnya jika hubungan antar negara merupakan hubungan internasional, jelas istilah tersebut sangat menyesatkan bagi sebagai disiplin ilmu politik yang memfokuskan pada hubungan lintas negara dan inter-negara dalam diplomasi, transaksi ekonomi, serta perang maupun damai. Asal-usul hubungan internasional terdapat dalam karya para teolog, yang mengajukan argumen tentang kapan dan bagaimana perang itu dianggap adil, seperti karya Grotius, Pufendorf, dan Vattel, yang mencoba menyatakan bahwa ada hukum bangsa-bangsa yang sederajat dengan hokum domestik negara-negara, dan karya karya para filsuf politik seperti Rousseau dan Kant, yang membahas kemungkinan perilaku moral dalam perang dan kebutuhan akan tatanan internasional yang stabil dan adil.
Sub-bidang ilmu politik ini memfokuskan pada masalah-masalah yang beragam menyangkut organisasi-organisasi internasional, ekonomi-politik internasional, kajian perang, kajian perdamaian, dan analisis kebijakan luar negeri. Namun secara normatif terbagi dalam dua mazhab pemikiran yaitu pemikiran idealis dan pemikiran realis. Pemikiran idealis mempercayai bahwa negara dapat dan harus melaksanakan urusan-urusan mereka sesuai dengan hukum dan moralitas serta kerjasama fungsional lintas batas negara membentuk landasan bagi perilaku moral. Sedang dalam mazhab realis sebaliknya; mereka percaya bahwa negara pada dasarnya amoral dalam kebijakan luar negerinya; hubungan antar negara diatur bukannya oleh kebaikan tetapi kepentingan; perdamaian adalah hasil dari kekuasaan yang seimbang, bukannya tatanan normative dan kooperatif fungsional.

perkembangan demokrasi


Perkembangan Pemikiran Demokrasi
Demokrasi ada sejak zaman Yunani Kuno, yaitu pada abad ke-VI sampai abad ke-III SM yang merupakan demokrasi langsung (direct democracy), yaitu suatu bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga Negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas. Adanya praktek kenegaraan di Athena tersebut dianggap sebagai contoh awal dari sebuah sistem yang berhubungan dengan hukum demokrasi modern. Karena rakyat diikutsertakan dalam proses pengambil keputusan. Salah satu tokoh Demokrasi yaitu Sacrotes mengemukakan bahwa Negara bukanlah semata-mata suatu keharusan yang bersifat objektif, yang asal mulanya berasal dari pekerti manusia, sedang tugas Negara adalah menciptakan hukum yang harus dilakukan oleh pemimpin atau penguasan yang dipilih oleh rakyat. Ajaran Sacrotes ini diteruskan muridnya yaitu Plato, yang akan menghasilkan Aristoteles dan Epicurus dengan ajaran tentang benih-benih perjanjian masyarakatnya.
Abad pertengahan dimulai pada abad V sampai abad XV. Kekristenan dengan pengaruh ajaran Alkitab bahwa manusia diciptakan setara di mata Tuhan ( faham teokrasi ), tertanam kuat dalam masyarakat abad-abad pertengahan, pemikiran demokratis tentang kesetaraan dapat dimengerti oleh banyak orang. Abad pertengahan mengambil bentuk lain dari pemerintahan yang disebut feodalisme (masyarakat memiliki hak-hak tertentu dan mengembangkan sistem peradilan untuk membela hak-hak tersebut). Zaman sebelum abad pertengahan berlaku faham teokratis mutlak, namun setelah perang salib masuklah ajaran Aristoteles tentang demokrasi sehingga rakyat agak bersifat kritis, sehingga fahamnya menjadi teokratis kritis.
Perkembangan demokrasi Abad Pertengahan menghasilkan suatu dokumen yang penting, yaitu yang disebut magna charta (piagam besar 1215). Magna charta merupakan semi kontrak antara beberapa bangsawan dan Raja John dari Inggris. Pertama kali seorang raja mengikatkan diri untuk mengakui dan menjamin beberapa hak dan privileges dari bawahannya sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan sebagainya.  
Pada permulaan abad ke-XVI di Eropa Barat mengalami perubahan sosial dan kultur yang mempersiapkan jalan untuk memasuki zaman yang lebih modern, ketika akal dapat memerdekakan diri dari pembatasannya. Kejadian ini disebut dengan Renaissance (1350-1600) yang berpengaruh di Eropa Selatan seperti Italia dan reformasi (1500-1650) yang mendapat banyak pengikutnya di Eropa Utara seperti di Jerman dan Swiss. Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali pada minat kesusastraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama abad pertengahan tersisihkan.
Eropa Barat dalam masa 1650-1800 menyelami masa Aufklarung (abad pemikiran) beserta rasionalisme, suatu aliran pikiran yang ingin memerdekakan pikiran manusia dari batas-batas yang ditentukan Gereja dan mendasarkan pemikiran atas akal semata-mata. Kemudian dalam masa 1500-1700 telah muncul monarki-monarki absolut. Raja-raja absolut menganggap dirinya berhak atas takhtanya berdasarkan konsep Hak Suci Raja.
Menurut John Locke (1632-1704) hak-hak politik mencakup hak atas hidup, hak atas kebebasan, dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty, and property). Montesquieu (1689-1755) mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan Trias Politica. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak politik menimbulkan revolusi Prancis pada akhir abad ke-18, serta revolusi Amerika melawan Inggris.
Sebagai akibat pergolakan tersebut, maka pada akhir abad ke-19 gagasan mengenai demokrasi mendapat wujud yang kongkret sebagai program dan sistem politik. Demokrasi pada tahap ini semata-mata bersifat politis dan mendasarkan dirinya atas asas-asas  kemerdekaan individu, kesamaan hak, serta hak pilih untuk semua warga Negara. Demokrasi memiliki dasar dalam agama, dan tidak bertentangan dengan agama, sepanjang demokrasi memperbaiki kualitas pemahaman dan tanggung jawab bahwa manusia adalah ciptaan Allah, semua manusia diciptakan setara, semua manusia harus mempertanggung jawabkan hidupnya kepada Pencipta – Allah semesta alam.

lembaga sosial


LEMBAGA SOSIAL
 


RANGKUMAN

1.      Lembaga sosial adalah himpunan norma-norma dari segala tindakan yang berkisar dari suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat.
2.      Terbentuknya lembaga sosial bermula dari kebutuhan dari masyarakat akan keteraturan kehidupan bersama. Maka terbentuklah tiga proses lembaga sosial, yaitu.
a.       Institusionalisation; adalah suatu proses yang dilewati oleh semua norma-norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu norma lembaga kemasyarakatan, sehingga norma tersebut dikenal, diakui, dihargai, dan ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Institusionalized, adalah suatu tahap pengenalan dan penerimaan ide-ide pada masyarakat.
c.       Internalized: Pendarah dagingan adalah suatu tahap penerimaan norma terhadap masyarakat sehingga masyarakat berkeinginan untuk selalu berbuat atau bertingkah lakusejalan dengan apa yang sudah dimengerti.
3.      Kareakteristik lembaga sosial adalah sebagai berikut.
a.       Memiliki simbol sendiri, sebagai tanda khasan atau ciri khusus lembaga.
b.      Memiliki tanda tertib dan tradisi, sebagai panutan secara tertulis dan tidak tertulis oleh anggotannya.
c.       Usianya lebih lama sehingga terjadi pewarisan dari generasi ke generasi.
d.      Memiliki alat kelengkapan untuk mewujudkan tujuan lembaga.
e.       Memiliki ideologi sistem gagasan mendasar yang dimiliki bersama, dianggap ideal oleh anggotanya.
f.       Memiliki tingkat kekebalan/ daya tahan, tidak akan lenyap begitu saja. Contoh; kurikulum pendidikan dan adat istiadat.
4.      Fungsi dari lembaga sosila adalah sebagai berikut.
a.       Fungsi Manifes (nyata); fungsi yang disadari dan menjadi harapan banyak orang.
b.      Fungsi laten (tersembunyi); fungsi yang tidak disadari dan bukan menjadi tujuan utama lembaga, cenderung tidak nampak, dan tidak diharapkan tetapi ada
5.      Unsur-unsur dari lembaga sosial ada individu, lembaga keluarga, lembaga sosial, lembaga kemasyarakat, dan lembaga negara.
6.      Menurut John Lewis Gillin dan John Philip Gillin, tipe-tipe lembaga sosial dapat diklasifikasikan sebagai berikut:



a.       Berdasarkan sudut perkembangan, Cresive institution yaitu institusi yang tidak sengaja tumbuh dari adat istiadat masyarakat. Enacted institution yaitu institusi yang sengaja dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
b.      Berdasarkan sudut nilai yang diterima oleh masyarakat, Basic institution yaitu institusi sosial yang dianggap penting untuk memelihara dan mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Subsidiary institution yaitu institusi sosial yang berkaitan dengan hal-hal yang dianggap oleh masyarakat kurang penting dan berbeda di masing-masing masyarakat seperti rekreasi.
c.       Berdasarkan sudut penerimaan masyarakat, Approved dan sanctioned institution yaitu institusi sosial yang diterima oleh masyarakat, misalnya sekolah atau perusahaan dagang. Unsanctioned institution yaitu institusi yang ditolak masyarakat meskipun masyarakat tidak mampu memberantasnya. Contoh: sindikat kejahatan, pelacuran, dan perjudian.
d.      Berdasarkan sudut penyebarannya, General institution yaitu institusi yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat dunia. Restricted institution yaitu institusi sosial yang hanya dikenal dan dianut oleh sebagian kecil masyarakat tertentu. Contoh: lembaga agama IslamKristen ProtestanHindu, dan Budha.
e.       Berdasarkan sudut fungsinya, Operative institution yaitu institusi yang berfungsi menghimpun pola-pola atau cara-cara yang diperlukan dari masyarakat yang bersangkutan. Regulative institution yaitu institusi yang bertujuan mengawasi adat istiadat atau tata kelakuan dalam masyarakat.
7.      Lembaga sosial ada lima macam yaitu lembaga keluarga, ekonomi, politik, pendidikan dan agama.















Daftar pustaka
Syarbaini, Syahrial, & Rusdyanta. (2009). Dasar Dasar Sosiologi. Graha Ilmu: Yogyakarta.

politik sebagai seni


Ilmu Politik Sebagai Ilmu Pengetahuan dan Seni
Ilmu politik adalah ilmu yang mengarahkan pada kehidupan yang lebih baik.  Mengajarakan pencapaian pada kekuasaan yang tertinggi. Ilmu politik bersinergitas pada ilmu-ilmu lainnya. Ilmu politik memiliki objek materil dan objek formil juga dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan dan sebagai seni.
Ilmu politik adalah pengetahuan yang tersusun, sedangkan pengetahuan adalah pengamatan yang disusun secara sistematis. Sama halnya dengan ilmu politik yang mempelajari tentang kenegaraan secara sistematis dan terstruktur.
Politik termasuk ilmu pengetahuan, karena politik memiliki aspek filosofis, aspek ontologis, aspek epistimologi, espek aksiologi dan sistematis sebagai syarat dari ilmu pengetahuan. Ilmu politik juga  menggunakan cara-cara baru untuk meneliti gejala-gejala dan peristiwa-peristiwa politik secara lebih sistematis, bersandarkan pengalaman-pengalaman empiris dan dengan menggunakan kerangka teoritis yang terperinci dan ketat. Pendekatan ini terkenal dengan nama “Pendekatan Tingkah Laku” (behavioral approach). Pendekatan tingkah laku ini timbul sebagai gerakan pembaharuan yang ingin meningkatkan mutu ilmu politik. Salah satu pemikiran pokok dari pelopor pendekatan tingkah laku adalah bahwa tingkah laku politik lebih menjadi fokus daripada lembaga-lembaga politik atau kekuasaan atau keyakinan politik.
Dari penjabaran inilah maka ilmu politik dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Politik sebagai ilmu pengetahuan yang mengkaji bagaimana untuk mengelola suatu lembaga yang memikirkan keberlangsungannya.
Art possible adalah seni kemungkinan yang  artinya sesuatu  yang tidak mungkin dapat diubah menjadi mungkin atau sebaliknya sesuatu yang mungkin dapat diubah menjadi menjadi tidak mungkin. Dalam politik, strategi politik itu sangat penting dan menjadi bagian tersendiri dalam berpolitik. Bahwa ketika menjalankan suatu strategi, kemudian berubah haluan atau strategi adalah sebuah permainan yang sangat luar biasa. Seseorang yang bisa memainkan strategi politik dengan apik, maka dia bisa menyebutnya sebagai seni berpolitik. Seni tidak hanya pada sesuatu yang bisa dilihat dan disaksikan, tapi juga bisa dirasakan dalam sebuah strategi politik yang sedang berlangsung maupun sudah berlangsung.
Politik sebagai seni yang digunakan penguasa untuk bermain-main dengan kewenangannya dan mempermainkan kata-kata untuk memperoleh suatu tujuan dengan memepengaruhi rakyat untuk tunduk dari penguasa dan ada kecenderungan rakyat kurang bisa memahami apa yang disampaikan oleh penguasa tersebut dengan berbagai penafsiran dan interpetasi yang kurang jelas dan ada kecenderungan kata-katanya kurang membumi untuk ditangkap oleh rakyat yang awam berkaitan dengan politik.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa seni politik memiliki seni dalam mempengaruhi dengan mengubah tingkah seseorang menjadi sesuai keinginan, menyakinkan dengan penuturan kata-kata yang pasti, membagi kekuasaan politik dengan mengajak orang-orang untuk bergabung dalam kekuasaannya, dan sebagai seni kompromi dengan menyelesaikan segalanya dengan jalan damai. Jadi, Ilmu politik merupakan ilmu murni yang membahas tetang teori-teori dalam berpolitik dan juga sebagai ilmu terapan yang menyangkut seni dalam berpolitik.

hubungan politik dengan ilmu lainnya


Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Lainnya
Ilmu politik bukanlah ilmu yang bisa berdiri sendiri tanpa didampingi oleh disiplin ilmu lainnya. Secara praktis keilmuan politik bisa dipisahkan namun dalam kontek pelaksanaan ilmu politik harus mengadopsi ilmu – ilmu yang berhubungan langsung. Dengan adanya kombinasi ilmu pengetahuan tersebut maka politkus akan menjadi orang yang bertanggung jawab dan sungguh – sungguh dalam menjalankan amanah rakyatnya karena secara estimologi ilmu politik lebih mengarah kepada mayoritas bukan minoritas apalagi individu.
Berikut adalah hubungan ilmu politik dengan ilmu lainnya.
1.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Sejarah
Ilmu sejarah sangat dekat hubungannya dengan Ilmu politik. Professor Seely mengatakan, Sejarah tanpa ilmu politik laksana pohon tampa buah, sedangkan ilmu politik tanpa sejarah bagaikan pohon tanpa akar, dapat disimpulkan keduanya sangat berhubungan dekat. Freeman mengemukakan histori atau sejarah adalah politik masa dahulu, sedangkan politik adalah sejarah masa kini.
Sejak dahulu kala ilmu politik erat hubugannya dengan sejarah dan filsafat. Sejarah merupakan alat yang paling penting bagi ilmu politik karena menyumbang bahan data dan fakta dari masa lampau untuk diolah lebih lanjut dan berguna untuk mengembangkan politik selanjutnya.
Sejarah adalah riwayat hidup umat manusia. Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari peradaban manusia. Melalui pelajaran ini segala ide- ide, kesuksesan dan peradaban manusia dikupas. Di sini pula kita mengetahui kejadian- kejadian dahulu, gerak- gerik dan penyebab dimana memiliki timbal- baliknya pula.
Ilmu politik akan samar bila tidak disertai dengan sejarah, dimana sejarah juga akan terlihat pincang bila tidak diiringi dengan ilmu politik. Kedua ilmu tersebut memiliki suatu keterkaitan yang tidak mungkin dipisahkan. Lebih jelasnya setiap sejarah pasti diiringi dengan sang hero atau nama- nama pemikir terdahulu, dimana ilmu politik mengupas segala bidang perkembangan suatu negara, dimana hal ini dikategorikan sebagai sejarah.
2.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Filsafat
Ilmu pengetahuan lain yang erat sekali hubungannya dengan ilmu politik ialah filsafat. Filsafat ialah usaha untuk secara rasional dan sistematis mencari pemecahan atau jawaban atas persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta dan kehidupan manusia. Ilmu politik terutama sangat erat hubungannya dengan filsafat politik, yaitu bagian dari filsafat yang menyangkut kehidupan politik terutama mengenai sifat hakiki, asal mula dan nilai dari Negara. Membahas persoalan-persoalan politik dengan berpedoman pada suatu sistem nilai dan norma-norma tertentu.
Gramsci mengatakan bahwa filsafat yang sejati bukan merupakan cabang kajian yang terisolasi, tetapi dalam dirinya sendiri mengandung seluruh anasir fundamental yang dibutuhkan untuk mengonstruksi konsepsi tentang dunia yang total dan integral dan segala hal yang dibutuhkan untuk mewujudkan organisasi masyarakat politik yang integral dalam kehidupan manusia. Oleh karenanya, politik Gramsci mengarahkan dia pada filsafat, dan filsafatnya sepenuhnya bersifat politis. Dengan kata lain, Gramsci melihat filsafat sebagai pendidikan politik, dan politik sebagai arena untuk menerapkan pengetahuan filosifi.
3.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Sosiologi
Di antara ilmu-ilmu sosial, sosiologi yang paling pokok dan umum sifatnya. Sosiologi membantu dalam usahanya memahami latar belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok dalam masyarakat. Dengan menggunakan pengertian-pengertian dan teori-teori sosiologi , dapat membantu mengetahui sampai di mana susunan dan stratifikasi sosial mempengaruhi atau pun dipengaruhi oleh misalnya keputusan kebijaksanaan (policy decisions), corak dan sifat keabsahan politik (political legitimacy), sumber-sumber kewenangan politik (sources of political authority), pengendalian sosial (social control), dan perubahan sosial (social change).
Sosiologi menyumbangkan pengertian akan adanya perubahan dan pembaruan dalam masyarkat. Sosiologi dan ilmu politik mempelajari tentang negara, tetapi sosiologi menganggap negara adalah salah satu lembaga pengendalian sosial. Sosiologi juga menganggap negara sebagai salah satu asosiasi dalam masyarakat dan memerhatikan bagaimana anggota asosiasi itu dapat memengaruhi sifat dan kegiatan negara. Dalam buku Goodin, disebutkan bahwa ilmu politik banyak meminjam konsep sosiologi, seperti akomodasi, asimilasi, integritas sosial, dan sebagainya.
Disisi lain jangkauan ilmu politik bersifat terbatas. Ilmu politik bersifat menyusun atau mengatur disiplin atau aturan, dan mengenai secara praktis dengan keistimewaan dari aspek kehidupan sosial atau phenomena politik. Sosiologi juga mempelajari sesuatu yang tidak merupakan fenomena ilmu politik, sedangkan hak yang tidak merupakan fenomena perpolitikan bersifat diluar atau terlalu suli dijangkau dengan ilmu politik.
4.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Antropologi
Apabila jasa sosiologi terhadap perkembangan ilmu politik adalah terutama dalam memberikan analisis terhadap kehidupan sosial secara umum dan menyeluruh, maka antropologi menyumbang pengertian dan teori tentang kedudukan serta peran berbagai satuan sosial-budaya yang lebih kecil dan sederhana. Antropologi telah berpengaruh dalam bidang metodologi penelitian ilmu politik.
Teori politik memiliki dua makna. Makna pertama menunjuk teori sebagai pemikiran spekulatif tentang bentuk dan tata cara pengaturan masyarakat yang ideal, makna kedua menunjuk pada kajian sistematis tentang segala kegiatan dalam masyarakat untuk hidup dalam kebersamaan. Contoh teori politik yang merupakan pemikiran spekulatif adalah teori politik Marxis-Leninis atau komunisme, contoh lain adalah teori politik yang berdasar pada pemikiran Adam Smith kapitalisme. Pemikiran Tan Malaka dalam tulisannya Madilog  , merupakan contoh teori politik Indonesia. Naskom yang diajukan Soekarno merupakan contoh lain. Sedangkan teori politik sebagai hasil kajian empirik bisa dicontohkan dengan teori struktural – fungsional yang diajukan oleh Talcot Parson (seorang sosiolog), antara lain diturunkan kedalam teori politik menjadi Civic Culture. Konsep sistem politik sendiri merupakan ciptaan para akademisi yang mengkaji kehidupan politik (sesungguhnya diturunkan dari konsep sistem sosial).
Antropologi telah berpengaruh dalam bidang metodologi penelitian ilmu politik. Salah satu pengaruh yang amat berguna dan terkenal serta kini sering dipakai dalam ilmu politik ialah metode peserta pengamat (participant observer). Penelitian semacam ini memaksa ilmuan politik untuk meniliti gejala-gejala kehidupan sosial “dari dalam” masyarakat yang menjadi objek penelitiannya.
5.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Ekonomi
Pada masa dahulu, ilmu politik dan ilmu ekonomi dianggap sebagai satu bidang ilmu tersendiri, yaitu politik ekonomi (political economy). Politik ekonomi yaitu pemikiran dan analisis kebijakan untuk kesejahteraan negara karena perkembangan ilmu pengetahuan, maka ilmu tersebut memisahkan diri menjadi ilmu politik dan ilmu ekonomi.
Hubungan ilmu politik dengan ilmu ekonomi, yaitu dijelaskan bahwa, Ilmu politik mengatur kehidupan orang-orang Yunani , maka ”oikonomos” (ekonomi) adalah mengatur kemakmuran materil dari warganegara yunani. Di indonesia dapat dibuktikan hubungan tersebut sebagaimana tercantum alam UUD 1945c bahwa “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Para pemikir terdahulu menganggap ilmu ekonomi sebagai cabang dari ilmu politik, dari sinilah muncul nama atau gelar ilmu ekonomi politik. Di masa itu pokok urusan ketertiban finansial dilihat atau diambil dari sumber penghasilan Negara, Sedangkan sekarang pemikiran tersebut telah berubah. Ilmu ekonomi dinyatakan independent dan terpisah dari pelajaran politik, dimana pelajaran ini mengajarkan masyarakat untuk berusaha, bagaimana,dimana, apa dan gimana mengatur dan memperoleh kekayaan. Singkatnya ekonomi adalah ilmu kekayaan.
Ekonomi berpengaruh dalam politik hanya dibeberapa titik saja, dimana titik penghasilan dan penyaluran dari kekayaan sangatlah besar pengaruhnya didalam pemerintahan. Bahkan juga disebabkan dari berbagai penyelesaian permasahan yang memang lazim timbul didalam Bernegara.


6.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Psikologi sosial
Psikologi sosial adalah pengkhususan psikologi yang mempelajari hubungan timbal balik antara manusia dan masyarakat, khususnya faktor-faktor yang mendorong manusia untuk berperan dalam ikatan kelompok sosial, bidang psikologi umumnya memusatkan perhatian pada kehidupan perorangan. Psikologi adalah ilmu sifat, dimana fungsi- ungsi dan fenomena pikiran manusia dipelajari. Setiap tindakan dan aktifitas masyarakat dipengaruhi oleh akal individu. Sedangkan ilmu politik mempelajari aspek tingkah laku masyarakat umum. Maka sampai saat itu pula, ilmu politik berhubungan dengan psikologi. 
Jika tindakan  politik bisa diketahui dengan sepantasnya, maka akarnya terdapat dalam psikologi dalam pelaksanaan untuk menemukan hasil yang jelas. Para pakar politik sampai saat itu juga mencoba untuk mempelajari tindak-tanduk politik dalam istilah ilmu psikologi.
Psikologi sosial mengamati kegiatan manusia baik ekstern maupun intern. Dengan ke dua analisis ini, ilmu politik dapat menganalisis secara lebih mendalam makna dan peran orang kuat, kondisi sosial ekonomi, serta ciri-cri ciri-ciri kepribadian yang memungkinkannya memainkan peran besar itu.
Psikologi sosial dapat menjelaskan bagaimana kepemimpinan tidak resmi bisa memengaruhi suatu keputusan dalam kebijakan politik dan kenegaraan. Psikologi sosial juga dapat menjelaskan sikap dan reaksi kelompok terhadap keadaan yang dianggapnya baru, serta kondisi seperti apa yang dapat meredakan sikap dan reaksi masyarakat. Dalam psikologi politik kita akan menemukan tentang sosialisasi politik, analisis kepribadian, partisipasi massa, dan sebagainya.
Menurut pengamatan Barker, penggunaan psikologis menunjukkan teka- teki dari aktifitas manusia dimana telah menjadi kebiasaan sekarang. Jika gagasan nenek moyang kita bersifat ilmu hayat atau biologis, maka kita berpikir secara ilmu jiwa. 
Lembaga politik dan system diberbagai negara akan sukses dengan iringan keselarasan mental masyarakat didalam negara. ‘’Pemerintahan yang stabil akan menjadi sangat terkenal’’. Menurut Garner, mesti tergambar dan ditekan dari ideal mental serta moral sentiment dari mereka, dimana merupakan tombak dalam kekuasaan, singkatnya, semua itu musti terdapat dalam keselarasan dengan mental konstitusi dari bangsa.
Psikologi mengajarkan kita tentang sifat dasar manusia dan ini tidaklah sama disegala penjuru dunia, setiap komunitas memiliki mental dandanan sendiri. Setiap komunitas memiliki kegeniusan dan keistimewaan pandangan terhadap kehidupan. Beberapa komunitas mempunyai kesadaran yang tinggi untuk membangun politik yang baik, dimana sebagian masyarakat sebaliknya.
Alasan inilah yang menjawab kenapa tipe keistimewaan dari lembaga politik bisa berjalan sukses dibeberapa negara dan gagal pula terjadi disebagian negara.
7.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Geografi
Faktor-faktor yang berdasarkan geografi dapat memengaruhi politik, seperti perbatasan strategis, desakan penduduk, dan daerah pengaruh. Seorang Swedia bernama Rudolf Kiellen(1864-1933) menganggap, di samping faktor antropologi dan ekonomi, keadaan geografis memengaruhi karakter dan kehidupan nasional dari rakyat, karena itu harus diperhitungkan dalam menyusun politik dalam dan luar negeri.
8.      Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Hukum
Sejak dulu ilmu hukum sangat erat kaitannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Terutama negara-negara Benua Eropa, ilmu hukum sejak dulu kala erat hubungannya dengan ilmu politik, karena mengatur dan melaksanakan undang-undang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Cabang-cabang ilmu hukum yang khususnya meneropong negara ialah hukum tata-negara (dan ilmu negara).
 Ahli hukum melihat negara semata-mata sebagai lembaga atau organisasi hukum, maka ahli ilmu politik lebih selain cendrung menganggap negara sebagai system of controls, juga memandang negara sebagai suatu asosiasi atau sekelompok manusia yang bertindak untuk mencapai beberapa tujuan bersama.
9.       Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Etika
 Etika adalah ilmu ketertiban dimana pokok masalah moralitas dipelajari. Singkatnya ilmu tatasusila adalah ilmu moralitas. Di dalam ilmu ini ditetapkan hukum-hukum moralitas dan menentukan kebiasaan tingkah laku. Ilmu tatasusila juga memaksimalkan setiap tingkah laku manusia baik secara benar atau berhaluan kiri. 
Hubungan antara ilmu politik dan Etika adalah nyata atau fact atau jelas. Tidak ada pembahasan dalam ilmu politik pokok persoalan apakah ini benar atau sebaliknya, maka tatasusila yang akan memberi jawaban setiap sasaran ataupun tujuan ilmu politik itu sendiri.
Para filosofi politik di abad kuno dan abad pertengahan menyatakan tidak ada perbedaan diantara ilmu politik dan tatasusila, bagi mereka ketertiban keduanya saling berhubungan. Menurut Plato dan Aristotle negara lahir hanya untuk menghasilkan atau melangkah kepada arah yang lebih baik, sedangkan untuk meraih kebaikan tersebut dibutuhkan iringan nilai moral yang tinggi. Dilain pihak Mahatma Gandhi Bapak bangsanya India menekankan kedekatan hubungan ilmu politik dan etika, yaitu politik yang kehilangan agama adalah sebuah perangkap kematian karena mereka telah membinasakan jiwa. Agama disini diartikan sebagai tatasusila atau moral yang tinggi.

10.  Hubungan Ilmu Politik dengan Ilmu Komunikasi
Perspektif politik terhadap komunikasi lebih mendasarkan pada asumsi bahwa politik adalah sebuah proses. Politik melibatkan komunikasi. Proses komunikasi dalam ruang lingkup politik menempati posisi yang penting. Setiap sistem politik, sosialisasi dan perekrutan politik, kelompok-kelompok kepentingan, penguasa, peraturan, dan sebagainya dianggap bermuatan komunikasi. Dengan kata lain, sejauh mana proses politik menentukan struktur dan pola komunikasi yang tumbuh dalam masyarakat.
Kerangka yang mengekspresikan atau menyatakan pesan politik tentunya melalui proses komunikasi. Dalam arti tertentu, politik berada dalam domain komunikasi. Proses komunikasi akan menentukan struktur, efektivitas, proses dan aktivitas politik yang ada. Dengan kata lain, sejauh mana komunikasi menentukan proses pencarian, mempertahankan dan mendistribusikan pola kekuasaan dalam masyarakat.
Dalam proses politik, komunikasi menjadi alat atau media yang mampu mengalirkan pesan politik (tuntutan dan dukungan) ke kekuasaan untuk diproses. Dalam suatu sistem politik yang demokratis, terdapat subsistem suprastruktur politik (lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif) dan subsistem infrastruktur politik (partai politik, organisasi kemasyarakatan, kelompok kepentingan) –nya. Proses politik berkenaan dengan proses input dan output sistem politik.
Dalam model komunikasi politik, dijelaskan bahwa komunikasi politik model input merupakan proses opini berupa gagasan, tuntutan, kritikan, dukungan mengenai suatu isu-isu aktual yang datang dari infrastruktur ditujukan kepada suprastruktur politiknya untuk diproses menjadi suatu keputusan politik (berupa undang-undang, peraturan pemerintah, surat keputusan, dan sebagainya). Sedangkan komunikasi politik model output adalah proses penyampaian atau sosialisasi keputusan-keputusan politik dari suprastruktur politik kepada infrastruktur politik dalam suatu sistem politik. Dapat dikatakan bahwa ilmu politik merupakan salah satu akar pertama pengembangan ilmu komunikasi