Kamis, 22 November 2012

ruang lingkup ilmu politik


Ruang Lingkup Ilmu Politik

Dengan berkembangnya ilmu politik menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri,  beberapa  sarjana ilmu  politik  berusaha  mencoba   mengungkapkan   bidang garapan atau ruang lingkup ilmu politik.  Salah  satu  di antaranya: Conley H. Dillon seperti  dikutip  oleh  Teuku May Rudy, (1993:18) dalam bukunya “Pengatar Ilmu  Politik, Wawasan Pemikiran dan  Kegunaan” mengungkapkan   sembilan bidang garapan ilmu politik yaitu:
1.         Teori Politik
2.         Partai-partai politik
3.         Administrasi negara
4.         Hukum Internasional dan Politik Internasional
5.         Organisasi Internasional
6.         Pendapat umum dan Propaganda
7.         Perbandingan Politik
8.         Pemerintah Pusat dan Daerah
9.         Hukum Tata Negara dan Hukum Internasional.
Sedangkan menurut pendapat Carlton  Clymer  Rodee, dkk. (1988:11-22) mengungkapkan bahwa kajian ilmu politik meliputi:
1.         Filsafat Politik
2.         Peradilan dan Proses Hukum
3.         Proses Eksekutif
4.         Organisasi dan Tingkah Laku Administrasi
5.         Politik Legislatif
6.         Partai Politik dan kelompok kepentingan
7.         Pemungutan suara dan pendapat umum
8.         Sosialisasi politik dan kebudayaan politik
9.         Perbandingan politik
10.       Pembangunan politik
11.       Politik dan organisasi internasional
12.       Teori dan Metodelogi Ilmu politik
Defenisi ilmu politik berbeda-beda karena kajian ilmu politik sangat luas sehingga dalam pendefenisiannya pun masing-masing melihat dari sudut pandang berbeda. Namun, ilmu politik kajiannya begitu luas sehingga beragam pendapat tentang bidang telaahan ilmu politik. UNESCO merumuskan ke dalam 4 (empat) bidang utama dengan 15  (limabelas) , yaitu :
I.                   Teori Politik
1.      Teori-teori Politik
2.      Sejarah Pemikiran Politik
II.                Lembaga-lembaga Politik
1.      Undang-undang Dasar
2.      Pemerintahan Nasional
3.      Pemerintahan Daerah
4.      Administrasi Negara
5.      Pelaksanaan Fungsi Sosial dan Ekonomi oleh Pemerintah
6.      Perbandingan Pemerintahan dan Lembaga-lembaga Politik
III.             Partai Politik dan Pendapat Umum
1.      Partai-partai  Politik
2.      Kelompok Kepentingan dan Kelompok Pendesak
3.      Partisipasi Warga Negara dalam Pelaksanaan Pemerintahan
4.      Pendapat Umum (Opini Publik)
IV.             Hubungan Internasional
1.      Politik Internasional
2.      Administrasi dan Organisasi Internasional
3.      Hukum Internasional
Dari pendapat beberapa  sarjana  politik  di  atas terlihat  bahwa  ruang  lingkup ilmu  politik   meliputi bidang-bidang yang  sangat  luas.  Namun  demikian,  pada intinya ilmu politik dapat meliputi:
1.      Filsafat dan teori politik.
Filsafat politik mencari penjelasan yang berdasarkan ratio. Ia melihat jelas adanya hubungan antara sifat dan hakekat dari alam semesta (universe) dengan sifat dan hakekat dari kehidupan politik di dunia fana ini. Pokok pikiran dari filsafat politik ialah bahwa persoalan-persoalan yang menyangkut alam semesta seperti metafisika dan epistemology harus dipecahkan dulu sebelum persoalan-persoalan politik yang kita alami seahri-hari dapat ditanggulangi. Misalnya menurut filsuf Yunani Plato, keadilan merupakan hakikat dari alam semesta yang sekaligus merupakan pedoman untuk mencapai “kehidupan yang baik” (good life) yang dicita-citakan olehnya. Contoh lain adalah beberapa karya John Locke. Filsafat politik erat hubungannya dengan etika dan filsafat sosial.
Teori-teori politik ini tidak memajukan suatu pandangan tersendiri mengenai metafisika dan epistemology, tetapi berdasarkan diri atas pandangan-pandangan yang sudah lazim diterima pada masa itu. Jadi, ia tidak menjelaskan asal-usul atau cara lahirnya norma-norma, tetapi hanya mencoba untuk merealisasikan norma-norma dalam suatu program politik. Teori-teori semacam ini merupakan suatu langkah lanjutan dari filsafat politik dalam arti bahwa ia langsung menetrapkan norma-norma dalam kegiatan politik. Misalnya, dalam abad ke 19 teori-teori politik banyak membahas mengenai hak-hak individu yang diperjuangkan terhadap kekuasaan negara dan mengenai sistem hukum dan sistem politik yang sesuai dalam pandangan itu. Bahasan-bahasan ini didasarkan atas pandangan yang sudah lazim pada masa itu mengenai adanya hukum alam (natual law), tetapi tidak lagi mempersoalkan hukum alam itu sendiri.

2.      Struktur dan lembaga-lembaga politik.
Lembaga-lembaga politik merupakan kajian terhadap lembaga-lembaga
politik khususnya peranan konstitusi, eksekutif, birokrasi, yudikatif,
partai politik dan sistem pemilihan, yang mula-mula mendorong pembentukan
formal jurusan-jurusan ilmu politik di banyak niversitas pada akhir abad ke-19
(Miller, 2003: 790). Sebagian besar mereka tertarik pada penelusuran asal-usul
dan perkembangan lembaga-lembaga politik dan memberikan deskripsi-deskripsi
fenomenologis; memetakan konsekuensi-konsekuensi formal dan prosedural dari
institusi-institusi politik.
Banyak para ahli politik kontemporer yang menghabiskan waktunya untuk
memonitor, mengevaluasi, dan menghipotesiskan tentang asal-usul,
perkembangan dan konsekuensi-konsekuensi lembaga-lemabag politik, seperti
aturan-pluralitas sistem pemilihan atau organisasi-organisasi pemerintahan yang
semu. Namun sebagian lagi mereka kurang toleran dan mengklaim bahwa mereka
terlibat dalam deskripsi-deskripsi tebal hanya karena mereka memang ilmuwan
politik yang handal, bukan yang kebanyakan ada.

3.      Partai politik dan organisasi masyarakat.
Partai-partai, golongan-golongan dan pendapat umum, banyak memakai konsep-konsep sosiologis dan psikologis dan sering disebut political dymanics oleh karena sangat menonjolkan aspek-aspek dinamis dari proses-proses politik. Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di pihak lain. Partai politik pada umumnya dianggap sebagai manisfetasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai.
Di negara-negara yang menganut paham demokrasi, gagasan mengenai partisipasi rakyat mempunyai dasar ideologis bahwa rakyat berhak turut menentukan kebijaksanaan umum (public policy). Di negara-negara totaliter gagasan mengenai partisipasi rakyat didasari pandangan elite politiknya bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai stabilitas yang langgeng. Untuk mencapai itu, partai politik merupakan alat yang baik.
Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini untuk memperoleh kekuasaan politik  dan merebut kedudukan politik –(biasanya) denagn cara konstitusional – untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan mereka.

4.      Partisipasi warga negara.
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan tak langsung – dalam pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan –kegiatan ini mencakup kegiatan memilih dalam pemilihan umum; menjadi anggota golongan politik seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan; duduk dalam lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu; berkampanye dan menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya. (Kebalikan dari partisipasi adalah apati. Seseorang dinamakan apatis (secara politik) jika tidak ikut serta dalam kegiatan-kegiatan tersebut di atas.
Partai politik berbeda dengan kelompok penekan (pressure group) atau istilah yang lebih banyak dipakai dewasa ini, kelompok kepentingan (interest group). Kelompok ini bertujuan memperjuangkan suatu “kepentingan“ dan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan-keputusan yang menguntungkan atau menghindari keputusan yang merugikan. Kelompok kepentingan tidak berusaha menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Teranglah bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik, yang –karena mewakili pelbagai golongan- lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Pun organisasi kelompok kepentingan lebih kendor dibanding partai politik.
Kelompok – kelompok kepentingan berbeda-beda antara lain dalam hal struktur, gaya, sumber pembiayaan, dan basis dukungannya; dan perbedaan-perbedaan ini sangat mempengaruhi kehidupan politik, ekonomi dan sosial suatu bangsa. Walaupun kelompok-kelompok kepentingan juga diorganisir berdasarkan keanggotaan, kesukuan, ras, etnis, agama atau pun berdasar isue-isue kebijaksanaan, kelompok-kelompok kepentingan yang paling kuat, paling besar, dan secara finansial paling mampu adalah kelompok yang berdasar pada bidang pekerjaan atau profesi, terutama karena kehidupan sehari-hari dan karier seseoranglah yang paling cepat dan paling langsung dipengaruhi oleh kebijaksanaan atau tindakan pemerintah. Kerana itu sebagian besar negara memiliki serikat buruh, himpunan pengusaha, kelompok petani dan persatuan-persatuan dokter, advokat, insinyur dan guru.

5.      Hukum dan lembaga-lembaga internasional.
Hubungan internasional; sebetulnya jika hubungan antar negara merupakan hubungan internasional, jelas istilah tersebut sangat menyesatkan bagi sebagai disiplin ilmu politik yang memfokuskan pada hubungan lintas negara dan inter-negara dalam diplomasi, transaksi ekonomi, serta perang maupun damai. Asal-usul hubungan internasional terdapat dalam karya para teolog, yang mengajukan argumen tentang kapan dan bagaimana perang itu dianggap adil, seperti karya Grotius, Pufendorf, dan Vattel, yang mencoba menyatakan bahwa ada hukum bangsa-bangsa yang sederajat dengan hokum domestik negara-negara, dan karya karya para filsuf politik seperti Rousseau dan Kant, yang membahas kemungkinan perilaku moral dalam perang dan kebutuhan akan tatanan internasional yang stabil dan adil.
Sub-bidang ilmu politik ini memfokuskan pada masalah-masalah yang beragam menyangkut organisasi-organisasi internasional, ekonomi-politik internasional, kajian perang, kajian perdamaian, dan analisis kebijakan luar negeri. Namun secara normatif terbagi dalam dua mazhab pemikiran yaitu pemikiran idealis dan pemikiran realis. Pemikiran idealis mempercayai bahwa negara dapat dan harus melaksanakan urusan-urusan mereka sesuai dengan hukum dan moralitas serta kerjasama fungsional lintas batas negara membentuk landasan bagi perilaku moral. Sedang dalam mazhab realis sebaliknya; mereka percaya bahwa negara pada dasarnya amoral dalam kebijakan luar negerinya; hubungan antar negara diatur bukannya oleh kebaikan tetapi kepentingan; perdamaian adalah hasil dari kekuasaan yang seimbang, bukannya tatanan normative dan kooperatif fungsional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar